Kamis, Juni 18, 2009

Sampai April 2009, Kasus HIV-AIDS Mencapai 382 Rabu, 20 Mei 2009 - 06:48 AM

Sampai April 2009, Kasus HIV-AIDS Mencapai 382 Rabu, 20 Mei 2009 - 06:48 AM

Wamena, Bupati Jayawijaya, Wempi Wetipo, S.sos, M.Par mengatakan, masalah HIV/AIDS telah menjadi masalah yang sangat serius di Kabupaten Jayawijaya, dimana sampai April 2009 jumlah kasusnya mencapai 382 kasus, bahkan Jayawijaya menduduki peringkat tertinggi dalam peningkatan jumlah kasus dari tahun ke tahun.

Hal itu seperti diungkapkan bupati dalam sambutannya yang dibacakan Asisten II Setda Jayawijaya, Gad Tabuni dalam acara Pembukaan Peringatan AIDS Candlelight Memorial ke-26 di Gedung Sosial Katolik Wamena, Senin (18/5).

Dikatakan, setiap hari Minggu ketiga bulan Mei selalu diperingati sebagai AIDS Candlelight Memorial. Even ini, jelas Bupati Wempi, awalnya ditujukan untuk memperingati korban-korban yang telah jatuh akibat HIV-AIDS namun dalam perkembangannya kedepan AIDS Candlelight Memorial berkembang menjadi tidak hanya sekedar peringatan dan renungan belaka, melainkan telah menjadi media advokasi yang sangat baik dalam penyebarluasan informasi mengenai HIV-AIDS.

Menurutnya, AIDS Candlelight Memorial tahun ini adalah yang ke-26 kali diselenggarakan di seluruh dunia, dengan demikian sebagai lembaga atau instansi yang bergerak dalam program HIV-AIDS haruslah memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat karena dengan informasi bisa dicegah penyebaran HIV-AIDS yang semakin luas di Jayawijaya agar dapat memutus mata rantai penularannya.

Lebih lanjut diungkapkan, beberapa kegiatan yang dilakukan menyambut AIDS Candlelight memorial adalah mengadakan festifal band, lomba poster dan pameran foto.

Lewat acara tersebut kreatifitas anak-anak muda Wamena ditantang sekaligus juga dengan kepedulian mereka terhadap HIV-AIDS.
"Jika anak-anak muda sudah terinfeksi, tidak bisa menjaga pergaulan dan tidak bisa memahami dengan baik informasi tentang HIV-AIDS maka sia-sialah pembangunan karena SDM-nya menjadi lemah bahkan bisa-bisa menjadi habis karena kurangnya pengetahuan," ujarnya.

Sekadar diketahui, pada kegiatan tersebut, seorang ODHA juga menyampaikan kesaksiannya tentang awalnya dia terinfeksi virus HIV dan apa saja yang terjadi dengan dirinya setelah terkena virus tersebut, dengan maksud untuk memberikan pengetahuan kepada anak-anak muda khususnya tentang bahaya HIV-AIDS yang belum ada obatnya tersebut.

Januari, Ditemukan 8 Kasus HIV/AIDS Jum'at, 06 Februari 2009 - 08:22 PM

Merauke, Penyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Merauke tampaknya terus meningkat. Buktinya sepanjang Januari lalu, telah berhasil ditemukan 8 warga yang dinyatakan positif terinfeksi HIV/AIDS. ''Memang benar, selama Januari itu telah ditemukan 8 yang positif HIV/AIDS, "kata Kepala Pusat Kegiatan Reproduksi (PKR) RSUD Merauke dr Selvia Ingie, ketika ditemui Cenderawasih Pos, di ruang kerjanya, Rabu (4/2).

Menurutnya, 8 yang positif terinfeksi tersebut ditemukan dari 189 warga yang melalui test pemeriksaan darah dari seluruh pusat-pusat VCT yang ada di Kabupaten Merauke baik 2 rumah sakit ( RSUD dan Bunda Pengharapan) Merauke maupun Puskesmas yang ada.

Dari 8 yang positif itu juga, tercatat 2 diantaranya merupakan pekerja seks komersial sedangkan 6 lainnya dari umum. Saat itu, dr Silvia Ingie enggan memberikan data tersebut dengan alasan bukan wewenangnya. ''Kami di sini hanya merekap hasil itu dari seluruh pusat VCT kemudian kami laporkan ke dinas. Dinas yang berwenang memberikan keterangan ini dan laporannya itu disampaikan pertriwulanan,''katanya memberi alasan.

Menyinggung keberadaan KPR selama ini, Silvia mengaku rata-rata dikunjungi sekitar 200 orang setiap bulannya baik untuk konseling, pemeriksaan darah (test HIV/AIDS maupun IMS (Infeksi Menular Seksual). ''Ada yang datang dengan kesadaran sendiri melalui informasi yang diperoleh dan ada pula karena memang rujukan,''katanya.

Dari pantauan Cenderawasih Pos selama ini yang terbanyak mengunjungi KPR adalah mereka yang bekerja di tempat-tempat hiburan, seperti, lokalisasi, bar, diskotik atau tempat pijat.

Kondisi Masyarakat Amungme dan Kamoro Memprihatinkan Rabu, 31 Desember 2008 - 06:19 AM

Jayapura, Ketua Fraksi Nasional Patriot Bangsa DPRP, dr John Manansang minta agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua menyikapi kondisi masyarakat Amungme dan Kamoro, Kabupaten Mimika yang kini di ambang kehancuran multidimensi.

Diungkapkan, sesuai hasil pengamatan yang dilakukan dewan ketika melakukan kunjungan kerja di kedua daerah tersebut dan laporan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat setempat bahwa masyarakat di kedua daerah itu terancam dan sedang menuju pada kondisi kehancuran multidimensi.

Hal itu antara lain diakibatkanm ketidakseriusan dan ketidakjelasan perhatian pemerintah Kabupaten Mimika dalam mengurusi kedua suku itu, sehingga masyarakat merasa termarginalkan dan merasa tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah. "Ada suatu kondisi di masyarakat dimana mereka merasa dikesampingkan oleh pemerintah sehingga mereka kecewa,"katanya kepada Cenderawasih Pos, kemarin.

Sebagai akibat dari kondisi itu, sekarang ini di tengah - tengah masyarakat merebak suatu kebiasaan buruk dimana mengkonsumsi Miras (minuman keras) menjadi salah satu bagian dari kebiasaan masyarakat setiap hari.

Selain itu, di tengah - tengah kehidupan remaja dan para pemuda di kedua suku itu juga merebak kebiasaan mengkonsumsi aibon. Dan yang lebih parah lagi berdasarkan hasil survei angka kasus HIV/AIDS di kedua suku itu meningkat tajam baik pada penduduk asli maupun pada penduduk umumnya.

Kondisi ini tentu sangat mengenaskan, karena itu, dewan meminta gubernur memberikan perhatian yang lebih serius terhadap masyarakat di kedua suku tersebut sehingga mampu menghindarkan mereka dari suatu kondisi yang lebih parah

30 Pasien HIV/AIDS RS Dian Harapan, Meninggal Rabu, 24 Desember 2008 - 09:07 AM

Jayapura, Meski upaya penanggulangan HIV/AIDS di Papua terus gencar dilakukan, namun korban HIV/AIDS masih saja berjatuhan. Buktinya, ada sekitar 30-an pasien penderita HIV/AIDS yang selama ini dalam penangganan VCT RS Dian Harapan Waena, dilaporkan meninggal dunia.

Ironisnya lagi, dari sekitar 30-an itu, tiga diantaranya anak di bawah usia 5 tahun (Balita). Tiga bayi itu berasal dari kedua orang tua yang sama-sama pengidap HIV/AIDS dan telah meninggal.

Penanggungjawab VCT RS Dian Harapan Border Agus mengungkapkan, sejak VCT RS Dian Harapan berdiri tahun 2005, pihaknya telah menanggani dan merawat sekitar 150 pengidap HIV/AIDS yang rata-rata warga dari wilayah Pegunungan.

Dari 150 orang itu, ada sekitar 30-an telah meninggal dunia karena kondisinya telah memasuki stadium 4 atau tergolong sangat parah. "Sekarang masih ada sekitar 25 pengidap HIV/AIDS sedang dalam proses perawatan dan pengobatan VCT RS Dian Harapan, 5 diantaranya anak-anak. Setiap seminggu sekali mereka diharuskan untuk menjalani kontrol dan mengkonsumi obat guna menambah daya tahan tubuhnya," ujar Agus saat ditemui Cenderawasih Pos di RS Dian Harapan Waena, Selasa (23/12) kemarin.

Sedangkan ada beberapa pengidap HIV/AIDS yang telah mendapat perawatan dan pengobataan di RS Dian Harapan, kondisinya mulai menunjukkan perkembangan yang positif dan mereka sudah bisa beraktifitas seperti layaknya manusiaa normal. Padahal, awalnya selama beradaa di Rumah Singgah Kasih Sayang Waena kondisinya sangat memprihatinkan bahkan tidak bisa bangun dari tempat tidurnya.

Namun setelah rutin mengkonsumsi obat, keadaannya berangsur-angsur pulih dan bisa berjalan seperti sebelumnya. Sekarang ini masih ada 4 pasien HIV/AIDS berada dalam penangganan Rumah Singgah Kasih Sayang, namun 2 diantaranya ( 1 laki-laki dan 1 perempuan) kondisinyaa sudah agak parah yakni telah memasuki stadium 4.

" Tadinya ada 5 orang, tapi satunya yakni seorang perempuan telah meninggal pada 12 Desember lalu. Rencananya besok akan ada satu lagi pengidap HIV/AIDS akan dirawat di Rumah Singgah Kasih Sayang karena dari pihak keluarga sudah tidak mau merawatnya," terangnya.
Dia menambah, kebanyakan pasien pengidap HIV/AIDS yang sekarang ini ada dalam perawatan dan pengawasan RS Dian Harapan adalah warga dari Tolikara, Yahukimo dan beberapaa wilayah pegunungan lainnya. Mereka umumnya terkena HIV/AIDS akibat perilaku seks yang tidak sehat. Karena di kampungnya tidak mendapatkan perawatan, oleh keluarganya mereka akhirnya dikirim ke Jayapura untuk mendapat perawatan lebih lanjut. Tingkat HIV AIDS di Wamena Makin Tinggi Rabu, 17 Desember 2008 - 07:19 AM

Wamena, Jumlah penderita HIV AIDS di Jayawijaya hingga Mei 2008 lalu 179 orang. Hanya dua orang yang Non Papua. Jumlah ini akan terus bertambah seiring terbatasnya fasilitas kesehatan dan rendahnya pemahaman terhadap bahaya wabah ini.

JUMLAH orang yang sudah terinfeksi HIV/AIDS sebanyak 179
orang, merupakan angka yang sangat menakutkan. Misalnya, kalau ada 10 orang yang datang ke VCT melakukan tes darah, maka dua di antaranya positif terinfeksi HIV AIDS. Penyakit ini dengan mudah menular kemana-mana karena kurangnya fasilitas kesehatan bagi penderita, dan kurangnya akses kesehatan bagi orang dengan HIV AIDS (ODHA).

Kadang ada pula orang di Wamena yang mengetahui dirinya terinfeksi HIV/ AIDS , kemudian pulang kampung dan tidak pernah kembali lagi untuk berobat. Hal ini menyebabkan petugas kesehatan dan LSM yang membidangi HIV/AIDS sulit mengawasi perilaku dan kondisi kesehatan penderita di kampung.

“Biasanya ODHA yang datang ke rumah sakit sudah pada stadium tiga dan empat. Prinsip kami orang di gunung bahwa yang dinyatakan sakit itu orang yang tidak berdaya sama sekali, sehingga kami merasa itu sakit biasa. Mungkin sakit karena guna-guna, atau buatan orang. Nanti dibawa ke rumah sakit dideteksi baru ternyata sakit HIV AIDS, yang sudah pada stadium tiga dan empat. Jadi penanganan sangat sulit. Informasi mengenai HIV AIDS bagi masyarakat juga sangat kurang. Penanganan HIV/AIDS tidak seperti penyakit lain. Harus menyembuhkan dulu penyakit lain baru mengobati HIV/AIDS. Sehingga banyak sekali yang datang hanya untuk meninggal. Fasilitas kesehatan di Wamena juga sangat minim,” jelas Direktur Yayasan Usaha Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Desa Indonesia (Yukemdi), Yoram Yogobi, yang ditemui di Jayapura beberapa waktu lalu.

Penanggulangan HIV/AIDS di Wamena dilakukan oleh YPKM, Yukemdi, gereja, dan KPAD. Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Jayawijaya, memayungi seluruh aktivitas penanganan HIV/AIDS. Ada juga yang melakukan pendampingan bagi populasi beresiko tinggi seperti WTS, PSK, PSJ, buruh bangunan, tukang ojek, tukang becak dan ODHA.
Walau jumlah penderita banyak, hingga kini pemerintah setempat belum menyediakan rumah singgah atau tempat khusus bagi ODHA. Sementara ini, ada seorang staf YPKM yang merelakan rumahnya menjadi rumah singgah untuk merawat ODHA. Penderita lainnya dirawat di rumah masing-masing oleh keluarga. “Ini kendala besar karena tempat tinggal mereka jauh dari kota Wamena, sehingga akses untuk dapat bantuan obat dan makanan bergizi sulit. Faktor alam juga turut memperburuk kondisi ODHA. Sedangkan penderita yang tinggal di sekitar kota Wamena mendapat pendampingan dari YPKM dan LSM lain,” kata Yoram.

HIV AIDS bisa menular melalui hubungan seks, jarum suntik, transfusi darah, air susu ibu. Tapi khusus di Papua disebabkan oleh hubungan seksual.

Menurut Yoram, penularan HIV AIDS di Wamena disebabkan karena beberapa faktor: 1) pola hidup remaja sangat bebas; 2) informasi mengenai pornoaksi dan pornografi yang sangat mudah diakses setiap orang, termasuk anak remaja. Hal in memicu mereka melakukan hubungan seksual; 3) faktor ekonomi. Karena tuntutan ekonomi, nona-noa yang masih sekolah dan jauh dari kampung, rela menjual kehormatan mereka; 4) Transaksi seks di Wamena terjadi di warung makan remang-remang. Di warung remang-remang ini juga disediakan layanan seks; 5) Praktek seks jalanan anak-anak setempat. Di tempat-tempat tertentu mereka bisa mejeng, ketemu om-om atau orang-orang yang ingin seks dan melakukan hubungan seks. “Jadi, orang terinveksi HIV/AIDS karena perilaku seks bebas yang cukup tinggi.”

Pemerintah Kabupaten Jayawijaya hingga kini sulit menertibkan warung remang-remang yang menyediakan layanan seks, Ada juga kesan membiarkan warung remang-remang tetap beroperasi. Penertiban dilakukan jika ada desakan dari masyarakat.

Kesulitan penertiban ini juga karena praktek warung makan terselubung itu di-backingi oknum anggota TNI, polisi dan orang-orang kuat. Mereka ini bekerjasama dengan pengelola warung makan remang-remang. Saat ada rencana penertiban, pelayan seks sudah disembunyikan atau berpura-pura menjadi penjaga toko, pedagang, ibu rumah tangga dan lainnya.
Istilah warung remang-remang mulai terkenal di Wamena tiga tahun belakangan ini. Pemerintah setempat baru sekali melakukan penertiban, kemudian menjamur lagi. Kuatnya backing orang-orang kuat itu membuat LSM dan gereja sulit masuk ke warung remang-remang untuk memberikan penyuluhan HIV/AIDS atau sekedar membagikan kondom. “Kalau LSM ke sana akan ditolak. Kadang kami sebagai anak daerah merasa tersinggung dan bisa berbuat tindakan yang lebih anarkis. Karena kami merasa bahwa di situlah sumber orang bisa mendapatkan penyakit. Walaupun mereka mengatakan tidak, kami tahu jelas-jelas bahwa di situ terjadi transaksi seks, atau kegiatan prostitusi terselubung,” ujar Yoram.

Pemerintah Kabupaten Jayawijaya baru dua tahun terakhir ini memberikan perhatian terhadap penanganan HIV/AIDS. Yaitu membuat peraturan daerah tentang HIV/AIDS serta mengalokasikan dana penanggulangan pada tahun anggaran 2007 sebesar Rp 700 juta dan tahun anggaran 2008 sebesar Rp. 1 Milyar

Jika LSM dan gereja mau bikin kegiatan soal HIV/AIDS, tinggal mengajukan proposal ke KPAD untuk mendapatkan dana itu.
“Secara pribadi kami tidak ada hubungan dengan pemerintah, tapi secara kelembagaan kami bekerja di bawah payung KPAD milik pemerintah, sehingga bisa mendapat akses dari KPAD. Misalnya, KPAD dapat dana berapa, kami mau bikin kegiatan apa, kami ajukan proposal ke KPAD minta bantuan, mereka kasih dana dan kami bikin kegiatan,” kata Yoram.
Dari letak geografis Kabupaten Jayawijaya, jumlah dana yang dialokasikan untuk penanggungan HIV/ AIDS tidak seimbang. Tapi dengan keterbatasan yang ada, LSM, gereja dan KPAD giat memberikan informasi sesuai kondisi setempat. Penyuluhan mengenai bahaya HIV/AIDS dilakukan dengan bahasa daerah yang materinya disesuaikan dengan kondisi sempat dan menjangkau ke pelosok distrik dan kampung.

Yukemdi memiliki delapan staf, termasuk direkturnya. Lembaga ini memfokuskan diri pada pelayanan pemberdayaan ekonomi rakyat, tapi dalam perkembangannya melakukan penyuluhan mengenai HIV/AIDS. Yukemdi memberikan pelayanan sampai ke distrik dan kampung terpencil.
Yukemdi berkantor di Wamena kota khusus untuk penanganan prostitusi, tukang becak, sopir taksi, tukang ojek, dan buruh bangunan. Tapi pelayanan umum Yukemdi bagi masyarakat dilakukan sampai ke distrik-distrik dan kampung-kampung. Sosialisasi mengenai HIV/AIDS di kampung-kampung dan distrik dilakukan Yukemdi dalam berbagai kesempatan seperti saat ibadah, pesta, saat orang berduka atau acara-acara yang dilaksanakan masyarakat.

Yoran optimis berbagai upaya yang sedang dilakukan Yukemdi, YPKM, gereja dan KPAD dalam penanggulangan HIV/AIDS cukup membawa perubahan. Misalnya, dulu orang di Wamena susah bicara kondom, sekarang sudah ada pemahaman bahwa kondom penting untuk melindungi diri dari hubungan seks bebas atau melayani seks tanpa kondom. Ada yang sudah semakin sadar dan datang melakukan tes darah di VCT secara suka rela.

“Sekarang permintaan kondom meningkat. Dulu kami anggap orang pendatang itu tahu segala-galanya, ternyata mereka juga bodoh dalam hal melindungi diri. Kami masuk membina dan akhirnya mereka tertarik dengan kondom. Penyuluhan yang kami lakukan membuat masyarakat sekarang sudah jarang datang ke warung remang-remang untuk melakukan hubungan seks. Karena masyarakat sudah tahu bahwa HIV/AIDS sangat berbahaya yang paling bagi mereka,” jelas Yoram.

Perilaku yang paling sulit ditertibkan adalah hubungan seks bebas di luar warung remang-remang. Seperti penjajah seks jalanan, tukang becak, tukang ojek. Kalau tukang ojek dan becak di jalan ketemu perempuan dikasih naik dan pergi melakukan hubungan seks tanpa pengaman, menyebabkan angka penderita terus bertambah. Masih, ada sebagian kecil orang Papua yang bernada sinis terhadap upaya pemberantasan HIV?AIDS yang dilakukan LSM. Mereka beranggapan, penyakit itu ada diluar, padahal penyakit itu sudah ada di dalam rumah sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar