Kamis, Juni 18, 2009

Petisi/ Surat
________________________________________

Press Release Front Pepera PB : Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan James Bob Moffet Segera Tutup PT Freeport Indonesia!
By .DETIUS YOMAN
Mar 3, 2006, 08:30
__________________________________________________________
EKSEKUTIF NASIONAL
FRONT PERSATUAN PERJUANGAN RAKYAT PAPUA BARAT
(F PEPERA PB)
Sekretariat : Sentani - Telp. +62 81 343 118 143

PRESS RELEASE
Nomor : 01-Ex/Pres/Eks Nas F-PEPERA - PB/III/2006
__________________________________________________________
Bangsa Papua dipaksakan masuk ke dalam NKRI di bawah bayang-bayang Amerika Serikat hanya karena kepentingan politik dan ekonomi semata. Pemerintah Indonesia mempunyai kepentingan ekonomi dan politik di Papua, sedangkan Amerika Serikat memainkan status Papua hanya demi kepentingan ekonomi semata. Buktinya adalah bahwa sejak tahun 1962 Amerika Serikat melakukan siasat yang jitu untuk mengelabui PBB dan Belanda untuk Papua masuk ke dalam NKRI.

Salah satu siasat yang dimainkan dalam rangka mencaplok Papua ke dalam NKRI adalah proposal bunker. Prosol tersebut dirancang oleh seorang Amerika Serikat politik kelas kakap. Hasil rancangannya berhasil mempengaruhi Belanda dan PBB. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1962 telah mengadakan perjanjian New York. Dalam perjanjian tersebut telah menyatakan bahwa status Papua diserahkan ke dalam tangan UNTEA dan ditetapkan bahwa selama 6 tahun UNTEA menyiapkan bangsa Papua untuk menentukan nasip sendiri dengan cara “one man one vote” (satu orang satu suara).

Selama satu tahun UNTEA menjadi pemerintahan transisi, orang Papua melakukan berbagai kegiatan, misalnya aksi protes atas tidak menerima pemerintah Indonesia berkuasa di Papuia, akan tetapi bagi mereka yang melakukan tindakan protes diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi, misalnya diintimidasi, terror, diperkosa, dan bahkan dibantai.

Selama satu tahun (antara 15 Agustus 1962 sampai 1 Mei 1963), Amerika serikat bermain sedemkian rupa dan berusaha mempengaruhi PBB (UNTEA), akhirnya pada tanggal 1 Mei 1963 Papua yang sedang disengketakan antara Belanda dan Indonesia diserahkan oleh UNTEA kepada negara Indonesia yang juga sebagai pihak sengketa itu. Inilah suatu kelalaian PBB melalui kaki tangannya UNTEA. Anehnya Papua yang sedang disengkatan antara Belanda dan Indonesia, Papua diserahkan kepada Indonesia untuk mempersiapkan bangsa Papua menentukan nasibnya sendiri. Inilah politik tingkat tinggi yang dimainkan oleh Amerika Serikat hanya demi memperkuat posisi Amerika Serikat dalam bidang ekonomi di Papua.

Tanggal 1 Mei 1963 adalah awal yang baru bagi Indonesia dan Amerika Serikat untuk memainkan satutus Papua menjadi bagian dari NKRI. Banyak cara yang digunakan dalam rangka itu. Salah satu cara yang tidak luput dari ingatan orang Papua adalah sejak tahun 1967 sebelum Penentuan Pendapat Rakyat Papua yang dikenal dengan nama “PEPERA”; pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat telah menandatangi MoU tentang pengeksploitasian tambang Emas dan Tembaga di Timika.

Ini aneh, status Papua yang belum ditentukan melalui penentuan nasib orang Papua, pemerintah Indonesia berani melakukan perjanjian MoU antara Amerika dan Indonesia tantang rencana pengekpolitasian tembaga dan emas. Dengan demikian sejak tahun 1967 PT Free Port sudah mulai dioperasikan oleh Amerika Serikat. Akhirnya melalui berbagai rekayasa, intimidasi, terror dan berbagai pelanggaran HAM yang serius, pemerintah Indonesia di bawah bayang-bayang Amerika Serikat memaksa 1025 orang untuk mewakili orang Papua lain memilih Papua adalah bagian wilayah NKRI.

Sejak tahun 1967 tujuh suku, khususnya suku Amungme dan Kamoro yang mendiami di -sekitar pertambangan PT Free Port mengalami kerugian fatal, baik lingkungan, flora dan fauna serta manusia Papua dikorbankan. Hanya demi mengambil emas dan tembaga itu Pesona alam dan pesona manusia dikorbankan. Pemilik tanah adat menderita di atas kekayaan alam, sementara para perantau yang baru datang hanya untuk mempertahankan hidup sambil menguras kekayaan alam Papua, menari-nari di atas hasil penjualan emas dan tembaga.

Berbagai dampaknya dirasakan oleh orang Papua, antara lain: pertama, PT Freeport menjadi alat tawar bagi Amerika Serikat untuk memainkan status Papua; kedua, akibatnya Tanah dan manusia Papua di Paksakan masuk ke dalam NKRI; ketiga, akibat lanjutan adalah pesonan alam dirusakkan dan lebih dari itu pesona manusia Papua dikorbankan. Orang Papua hidupnya terlantar karena lingkungannya telah dihabisi oleh mesin-mesin raksasa ulah manusia sekarah yang tidak menghargai pesona manusia dan alam. Dari tahun 1967 manusia Papua, terlebih suku Amungme dan Komoro mengalami dampak negatif yang membawa ancaman terhadap hak hidup.

Kasus Timika Berdarah pada tanggal 21 adalah merupakan salah satu peristiwa kelabu dari sekian ribu kasus yang terjadi dari sejak PT Free Port beroperasi di Timika. Pelaku penambakan adalah TNI, Brimob dan Kapolsek Timika. Korban kasus Timika berdarah terdiri dari lima orang, yakni Yulian Murib meninggal dunia setelah sebuah peluru menembusi dahi - kepala, Melianus Murip kena tembakan di perut dan 3 orang di antaranya identitasnya tak bisa diketahui oleh pihak korban karena rumah sakit “hospital 68” yang sedang menjalani perawatan diblokir oleh aparat TNI, Brimob dan POLRI.

Orang Papua tidak mau korban lagi di atas negeri kami sendiri; tak mau tempat tinggal orang Papua dirusakkan, tak mau kekayaan orang Papua diambil, tidak mau menderita lagi di atas tanahnya sendiri, orang Ppaua tidak mau mati lagi, orang Papua tidak mau ditipu dan dibodohi lagi; orang Papua tidak mau kasih makan Indonesia, Amerika dan negara lain lagi.

Pada kesempatan ini orang Papua menyatakan: CUKUP, CUKUP DAN CUKUP SUDAH, kami orang Papua menjamin dunia dari hasil Tambang Emas dan Tembaga. CUKUP, CUKUP DAN CUKUP SUDAH, demi mengambil emas Papua, bangsa neo-kolonial yang memperaktekkan neo-imperialisme telah dan sedang mengorbankan MAS Papua.

Maka, pada kesempatan ini, atas nama Rakyat Papua, Front PEPERA PB menyatakan dan menyerukan kepada Pimpinan PT Freeport, Negara Indonesia, Pemerintah Amerika Serikat, Pemerintah Belanda dan kepada Rakyat Papua bahwa:

1. Mendesak dan menutut kepada Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono dan pemilik perusahan JAMESS BOB MOFFET segera menutup PT Freeport Indonesia karena DPRP dan MRP tidak mempunyai kewenangan untuk tutup PT. Freeport Indonesia yang sedang beroperasi di Timika.

2. Menyerukan kepada rakyat Papua bahwa jangan terhanyut dengan berbagai taktik yang dimainkan oleh Pemerintah berkerja sama dengan Badan Intelejen Indonesia (BIN) dan komponen tertentu untuk memecah belah persatuan dan kesatuan kultural orang Papua; dan bersiap-siaplah sebab tinggal beberapa bulan lagi kita akan melakukan MOGOK SIPIL NASIONAL sebagai wujud perlawanan terhadap Neo-Kolonialisme Indonesia, Militerisme Indonesia dan Neoliberalisme/Imperialime Ekonomi Global yang tercipta sejak tahun 1960-an di Papua.

Demikianlah tuntutan dan seruan ini kami keluarkan untuk dijadikan periksa!

LANIJAYA , Jumat, 3 Maret 2006

Salam Pembebasan,
“Persatuan Tanpa Batas, Perjuangan Sampai Menang”

Front PEPERA Papua Barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar