Selasa, Juni 02, 2009

Bupati Jayawijaya Divonis


HAI KAWAN-KAWAN MARI SATU KAN BARISAN UNTUK MELAWAN NKRI SUDAH KAMI DIINJAK DANDI INTIMIDASI OLEH PEMERINTAH NKRI









http://omawandoakyomanwenda.blogspot.com

INFO PAPUA DALAM BERITA LENGKAP DAN AKURAT YOMAN WENDA KWEBY YANABEK .

D E T I U S Y O M A N

E-mail : detykalelo_yoman@yahoo.com

Website : http://omawandoakyomanwenda.blogspot.com1

http://omawandoakyomanwenda.blogspot.com2

 
sumber info :detius yoman

Rabu, 30 Agustus 2006
Bupati Jayawijaya Divonis
Wamena, Kompas - Bupati Jayawijaya David Agustein Hubi dinyatakan bersalah
dalam tiga kasus korupsi proyek kas daerah
 
Kabupaten Jayawijaya tahun anggaran 2002 dan 2003 dalam sidang di
Pengadilan Negeri Wamena, Selasa (29/8). Majelis hakim yang
 
dipimpin Purwadi SH menjatuhkan pidana lima tahun penjara dan denda Rp 400
juta subsider enam bulan kurungan.
 
Putusan itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang
menuntut Hubi sepuluh tahun penjara dan denda Rp 400
 
juta. Atas putusan itu, penasihat hukum Hubi, Fan Trisno Tagihuma SH,
menyatakan banding.
 
Hubi dinyatakan bersalah dalam tiga kasus korupsi kas daerah Kabupaten
Jayawijaya. Kasus pertama pembelian dua pesawat Fokker
 
27 seri 600 senilai Rp 8,6 miliar tahun 2002. Pembelian pesawat jenis
Fokker itu dinilai merugikan negara karena dilakukan
 
dengan penunjukan langsung dan dana pembelian dikeluarkan saat Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Jayawijaya
 
2002 belum disahkan DPRD.
 
PT Airmax Indonesia Airlines yang ditunjuk dalam proyek pengadaan dua
pesawat Fokker 27 seri 600 itu tidak memenuhi
 
kewajibannya meski Hubi telah mentransfer uang muka pembelian pesawat itu.
 
Hubi dinilai turut serta membantu melakukan perbuatan yang merugikan
keuangan negara karena ia tidak melakukan langkah hukum
 
terhadap PT Airmax Indonesia Airlines yang urung menyerahkan dua pesawat
pesanan Pemerintah Kabupaten Jayawijaya.
 
Bupati Jayawijaya juga dinyatakan bersalah turut serta melakukan korupsi
dalam proyek penggunaan uang kas daerah senilai Rp
 
3,9 miliar dalam penyewaan pesawat Antonov milik Rusia pada tahun anggaran
2003. Hubi dinilai bersalah karena melakukan
 
penunjukan langsung PT Prismadani selaku perusahaan yang
mengoperasionalkan pesawat Antonov yang disewa Kabupaten Jayawijaya.
 
Pencairan uang sewa senilai Rp 3,9 miliar juga dilakukan sebelum APBD 2003
disahkan DPRD. Selain itu, PT Prismadani juga
 
tidak memiliki izin operasionalisasi pesawat dari Departemen Perhubungan.
Kasus korupsi ketiga adalah pengadaan fiktif ground
 
power pesawat Antonov. (row
 
sumber info :detius yoman
 
 
Polisi Pukuli Napi di Jayapura
JAYAPURA] Sial benar nasib Nelson Rumbiak (21) terpidana kasus bentrok
mahasiswa dan aparat keamanan 16 Maret lalu di depan kampus Uncen
Abepura. Betapa tidak, Nelson akhirnya menjadi sasaran amukan sejumlah
anggota Dalmas Kepolisian Resort Kota Jayapura yang bertindak seperti
koboi yang main pukul dan tendang semaunya terhadap para tahanan pada
Senin, (28/8) sore di depan Lembaga Pemasyarakatan Abepura di Jayapura.
 
Pemukulan itu terjadi usai Nelson Rumbiak, menghadiri sidang lanjutan
kasus Abepura di Pengadilan Negeri Kelas I A Jayapura sebagai saksi
dalam sidang lanjutan terhadap tujuh rekannya, masing-masing Steven
Wandik, Sem Wandik, Eko Berotabui, Moh. Kaitam, Ricky Jitmau, Aris
Mandowen, dan Pieter Buiney.
 
Sidang tersebut berlanjut hingga sore hari. Para terdakwa dan terpidana
dikembalikan ke LP Abepura oleh Aparat Kejaksaan Negeri Jayapura dan
dikawal oleh Aparat Dalmas dari Kepolisian Resort Kota Jayapura. namun,
sekitar pukul 17.30 wit, para terdakwa dan terpidana tersebut tiba di
halaman LP Abepura dan hendak turun dari Bis yang ditumpangi tiba-tiba
saja mereka langsung dipukul oleh aparat Dalmas yang sudah berada
didepan pintu bis.
 
Nelson Rumbiak yang saat itu turun duluan dari pintu bis langsung
mendapat serangan berupa pukulan dan tendangan yang bertubi-tubi.
Akibatnya, kepalanya berdarah dan rusuk kirinya bengkak. Nelsonpun
akhirnya meloloskan diri dari amukan dan kemarahan itu dan masuk melalui
pintu kecil di LP Abepura. [Gab/M-6]
 
 
 
 
sumber info :detius yoman
 
Bantuan Belanda untuk Papua
Ranesi
29-08-2006
Belanda akan membantu delapan kabupaten di Papua dengan pelatihan untuk
meningkatkan ketrampilan para pegawai negeri di
 
tingkat kabupaten. Untuk itu pemerintah Belanda menyediakan dana pertama
sebesar delapan juta dolar yang disalurkan lewat
 
UNDP, lembaga pembangunan PBB. Demikian salah satu hasil yang dicapai
Menteri Luar Negeri Indonesia Hassan Wirajuda sewaktu
 
kunjungan tiga harinya di Belanda.
 
Hubungan terbaik
Saat ini hubungan Indonesia dan Belanda sedang berada pada titik terbaik.
Ini terbukti dari banyaknya kunjungan antar pejabat
 
pemerintah, baik dari Indonesia maupun Belanda. Setelah pengakuan Menteri
Luar Negeri Bernard Bot tahun lalu, dalam rangka
 
menyambut perayaan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, bahwa 17
Agustus 1945 adalah hari kemerdekaan Indonesia,
 
hubungan bilateral kedua negara membaik, bahkan boleh dibilang terbaik
dalam sejarah. Selain itu proyek-proyek bilateral yang
 
dijalin kedua negara juga bertambah. Salah satunya adalah proyek pelatihan
para pegawai negeri di sejumlah kabupaten Papua.
 
Langkah-langkah pertama
Menurut Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda Agnes van Ardenne, Den Haag
mendukung proyek yang dilaksanakan oleh UNDP yang
 
menyangkut 'capacity building', atau pembangunan kapasitas. Sejumlah
pejabat atau pegawai negeri tingkat kabupaten di Papua
 
akan mendapat pelatihan di bidang manajemen, pengambilan kebijakan dan
peningkatan pelayanan jasa. Bantuan pertama sebesar
 
ini mencapai delapan juta dolar, karena yang terpenting menurut Menteri
Kerjasama Pembangunan Van Ardenne adalah para pejabat
 
harus belajar bagaimana mengatur anggaran, proyek, perencanaan dan
sebagainya. Memang diakui jalan yang ditempuh masih sangat
 
panjang, tetapi paling tidak telah diambil langkah-langkah pertama.
 
Mengawasi Papua
Bahwa Papua diangkat sebagai agenda pembicaraan antara menlu Belanda dan
Indonesia tidak mengherankan. Wilayah ini kembali
 
menjadi bahan pembicaraan di negeri kincir angin karena hasil penyelidikan
pakar sejarah Belanda P.J. Drooglever mengenai
 
peran Belanda sewaktu penyerahan kembali Papua kepada Indonesia. Menlu
Jozias van Aartsen, pendahulu Bot, menugaskan profesor
 
Drooglever menulis sejarah Papua. Sesuatu yang menimbulkan iritasi
Jakarta, karena itu dianggap mengungkit-ungkit luka lama.
 
Bot sendiri tidak menyukai laporan itu.
Menlu Bernard Bot menyatakan, pemerintah Belanda tetap mengawasi dengan
cermat perkembangan Papua. Ditekankan kedua menlu
 
juga membicarakan status otonomi khusus Papua dan Menlu Wirajuda
menjelaskan tindakan-tindakan yang diambil pemerintah
 
Jakarta sehubungan dengan masalah Papua. Jakarta juga mengecam hasil
penyelidikan Drooglever. Menlu Bot menambahkan,
 
dibutuhkan waktu 29 tahun untuk Aceh sebelum ditemukan jalan keluar,
karena itu pemerintahnya harus bersabar.
 
Jalan dialog
Hassan Wirajuda berusaha memberikan gambaran positif tentang Papua.
Misalnya lewat pemilihan kepala daerah atau pilkada yang
 
boleh dibilang sukses di Papua. Menurutnya pilkada Papua berjalan baik,
tenang dan sesuai azas demokrasi. Ditambahkan situasi
 
di Papua saat ini dapat dikatakan tenang, dan menilik hasil positif yang
dicapai di Aceh, maka pemerintah Jakarta memilih
 
jalan dialog untuk menyelesaikan semua masalah yang berkecamuk di Papua.
 
Meningkatkan kapasitas kerja
Otonomi khusus menurut Menlu Wirajuda justru menambah kekuasaan di tingkat
lokal. Selain itu Jakarta dan pimpinan propinsi-
 
propinsi di Papua sepakat dengan pembagian hasil sumber daya alam 70%
untuk Papua dan 30% untuk pemerintah pusat. Indonesia
 
sangat menghargai bantuan yang diberikan Belanda, karena menurutnya
masalah terbesar yang dihadapi Papua saat ini adalah
 
bagaimana cara meningkatkan kapasitas kerja para pegawai negeri dan
pejabat pemerintah setempat.
 
Menlu Wirajuda menambahkan, dana yang diberikan Jakarta kepada
propinsi-propinsi di Papua lebih dari cukup, bahkan boleh
 
dibilang terlalu banyak dana yang mereka terima saat ini. Karena itu
tawaran pemerintah Belanda untuk melatih para pegawai
 
negeri dan pejabat pemerintah disambut dengan tangan terbuka.(Degeybom)
 
 
 
sumber info :detius yoman
 
Kamis, 31 Agustus 2006
Tahanan Bentrok Abe Mogok, Sidang Ditunda
*Minta Ada Jaminan Keamanan Tertulis dari Kapolda Papua
JAYAPURA-Para terdakwa kasus Bentrok Abepura yang kini ditahan di LP
Abepura menolak (baca; mogok) menghadiri sidang di
 
Pangadilan Negeri Jayapura, sebelum ada jaminan keamanan secara tertulis
dari Kapolda Papua.
 
Aksi mogok para terdakwa yang tetap minta jaminan keamanan dari Kapolda
ini, sebagai buntut dari kasus pemukulan terhadap
 
salah seorang rekan mereka (tahanan) Nelson Rumbiak yang diduga dilakukan
oknum anggota Polresta Jayapura, serta aksi
 
pelemparan mobil petugas kejaksaan, sehari sebelumnya.
 
Meski sudah dijemput petugas, namun para terdakwa tetap tidak mau
menghadiri sidang. Kontan saja sikap para terdakwa yang
 
tetap tidak mau keluar dari dalam LP Abepura saat dijemput ini, membuat
lanjutan sidang kasus bentrok Abepura Rabu (30/8),
 
kemarin, terpaksa ditunda.
 
Pantauan Cenderawasih Pos di LP Abepura kemarin, tampak pengamanan
diperketat. Terlihat banyak anggota Brimopda Papua yang
 
siaga di sekitar LP Abepura, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
 
Sementara pihak Kejaksaan Negeri Jayapura yang ditugaskan khusus untuk
menjemput para tahanan Bentrok Abe, beserta pihak
 
petugas LP, berusaha masuk ke dalam LP Abepura untuk melakukan negosiasi
dengan para tahanan bentrok Abepura.
 
Namun upaya itu tidak memubuahkan hasil, sehingga petugas kejaksaanpun
pulang, dengan kecewa, tanpa bisa membawa para
 
terdakwa Bentrok Abepura untuk disidangkan.
 
Yulius Teuf SH, salah satu Jaksa yang ikut dalam negosisai dengan para
tahanan Bentrok Abe itu mengatakan, pihaknya sudah
 
bertemu para terdakwa dan berusaha melakukan negosiasi agar para terdakwa
bisa mengikuti mereka, untuk bisa menghadiri
 
sidang, namun para terdakwa tetap saja menolak untuk hadir.
 
" Para terdakwa menolak untuk hadiri sidang, sebab mereka bersi keras,
agar Kapolda Papua memberikan jaminan keamanan
 
terhadap mereka secara tertulis,"ungkapnya.
 
Ditanya mengenai, apakah dengan tertundanya persidangan kemarin, dapat
menyebabkan para terdakwa bisa dibebaskan demi hukum,
 
mengingat masa tahanan mereka, tinggal 20 hari. " Saya pikir tidak akan
mengganggu, sebab agenda sidang juga, sudah memasuki
 
proses persidangan akhir, sehingga tidak ada masalah,"jelasnya.
 
Namun demi lancarnya persidangan, maka dirinya selaku negosiator dengan
para terdakwa berjanji akan bertemu dengan pihak-
 
pihak yang terkait, untuk menyampaikan aspirasi dari para terdakwa agar
persidangan selanjutnya bisa di berjalan sesuai
 
dengan agenda yang sudah di sepakati.
 
Ditanya kemungkinan adanya upaya penjemputan secara paksa terhadap
terdakwa, Yulius mengatakan, pihaknya tetap akan melakukan
 
langkah-langkah persuasif, berhubung dengan situasi dan kondisi di dalam
LP Abepura yang tidak memungkinkan untuk di lakukan
 
upanya paksa.
 
" Banyak batu-batu di dalam LP Abepura, sehingga demi mencegah hal-hal
negatif, terpaksa kami tidak lakukan upaya
 
paksa,"tukasnya.
 
Sementara itu, Ketua Majelis Hakim yang memimpin sidang Bentrok Abepura,
Morris Ginting,SH mengatakan, pihaknya selaku hakim
 
pada prinsipnya tetap saja menunggu pemberitahuan dari jaksa, tentang
tertundanya persidangan, sebab semua itu kewenengan
 
dari jaksa. " Kami di sini hanya bisa menentukan agenda persidangan,
mengenai aksi mogok hadir yang dilakukan tahanan Bentrok
 
Abepura, kami serahkan kepada jaksa,"katanya.
 
Untuk diketahui, batu-batu yang digunakan para tahanan dan narapidana,
melakukan pelemparan, Selasa (29/8) kemarin, diduga
 
kuat diambil para tahanan di sekitar halaman dalam LP Abepura.
 
" Di dalam tahanan banyak, batu-batu, sehingga kemungkinan mereka ambil
dari dalam, namun kami sudah berusaha meberikan
 
arahan kepada mereka, sehingga mereka tidak akan lakukan pelemparan
lagi,"ujar Pelaksana Harian Keamanan LP Abepura,Nyasoko
 
Asso.(cak)
 
 
 
keption Foto: Anggota Brimob Papua yang berjaga-jaga di LP Abepura, ketika
jaksa hendak menjemput para tahanan Bentrok
 
Abepura, Rabu (30/8), kemarin.
 
sumber info :detius yoman
 
Kamis, 31 Agustus 2006
Oknum Samapta yang Pukul Tahanan Diproses
SEMENTARA ITU, seorang oknum anggota polisi dari Samapta Polresta Jayapura
berinisial NO yang diduga melakukan penganiayaan
 
terhadap seorang terdakwa kasus Abepura Nelson Rumbiak, telah resmi
tersangka. Bahkan yang bersangkutan juga telah diamankan
 
di ruang tahanan untuk diproses sesuai ketentuan yang ada.
 
Kapolresta Jayapura AKBP Drs. Taufik Pribadi,M.Si, mengatakan, atas
perbuatannya itu, oknum anggota polisi tersebut akan
 
diproses dengan pidana umum. Ia bisa dijerat dengan pasal 351 ayat 1 KUHP
karena telah melakukan penganiayaan kepada warga
 
masyarakat dan juga akan diproses dengan pelanggaran disiplin anggota Polri.
 
Menurutnya, seorang anggota Polri mestinya bisa memberikan perlindungan
maupun pengayoman kepada masyarakat, serta mempunyai
 
keteguhan emosi yang cukup, sehingga tidak melakukan tindakan yang
melanggar aturan itu.
 
"Sikap anggota yang demikian sangat kita sesalkan, karena mudah terpancing
provokasi yang dikeluarkan masyarakat. Ini hal
 
yang keliru, karenanya akan dikenai sanksi disiplin dan pidana umum,"
tegas Taufik saat dikonfirmasi di Mapolresta Jayapura
 
terkait perkembangan kasus tersebut, Rabu (30/8) kemarin.
 
Untuk memproses kasus ini, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap
para saksi dan sudah mengambil visum terhadap luka
 
yang diderita korban.
 
Dikatakan, apapun yang dilakukan anggota Polri, tentu saja tidak menutup
kemungkinan adanya anggota yang bertindak dengan
 
tidak mencerminkan sosok pelindung, pengayom, pelayan masyarakat maupun
penegak hukum. Misalnya saja, tidak menutup
 
kemungkinan adanya oknum anggota yang suka mengkonsumsi Miras, terlibat
kasus Narkoba dan sebagainya.
 
"Oleh sebab itu, kita minta maaf kepada masyarakat terkait adanya tindakan
anggotanya yang tidak mencerminkan sosok Polri
 
itu," ucap Kapolresta.
 
Ditegaskan, secara internal, pihaknya terus berbenah agar anggotanya bisa
menjadi sosok Polri yang diharapkan masyarakat.
 
"Yang jelas, pimpinan tidak mentolelir setiap anggota yang melakukan
pelanggaran dan akan diproses sesuai ketentuan yang
 
ada," tandasnya.
 
Pelaku Pengrusakan Mobil Jaksa Belum Teridentifikasi
 
Sementara terkait kasus pengrusakan mobil Kejaksaan Negeri Jayapura yang
dilempar batu dari dalam LP Abepura hingga kemarin
 
masih belum jelas siapa pelakunya.
 
Direktur Reserse dan Kriminal Polda Papua, Kombes Pol. Drs. Paulus
Waterpauw saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (30/8)
 
kemarin menyatakan, bahwa pihaknya masih melakukan penyelidikan. "Dari
hasil penyidikan yang telah dilakukan, tersangkanya
 
belum teridentifikasi dan kita masih terus melakukan penyelidikan," paparnya.
 
Meski belum diketahui secara pasti, namun yang jelas pelaku pengrusakan
mobil tersebut berada di dalam LP Abepura. Saat
 
ditanya soal asal batu yang digunakan untuk melempar, pihaknya
menjelaskan, berdasarkan informasi dari pihak LP, batu
 
tersebut bukan diambil dari luar LP, melainkan diperoleh dengan cara
digali dari dalam tanah yang berada di dalam lingkungan
 
sumber info :detius yoman
Jumat, 01 September 2006
 
Mogok, Hanya Akan Perberat Hukuman
 
*Permintaan Jaminan Keamanan Secara Tertulis Dianggap Berlebihan
JAYAPURA-Keinginan para terdakwa 'Kasus Bentrok Abepura' untuk mendapatkan
jaminan keamanan dari Kapolda Papua secara
 
tertulis menyusul adanya pemukulan terhadap salah seorang terdakwa
tersebut, tampaknya tak akan pernah terwujud. Sebab Polda
 
menilai, permintaan itu terlalu mengada-ada, sehingga jaminan kemanan
secara tertulis itu tak akan pernah dikeluarkan oleh
 
Kapolda.
 
Hal itu sebagaimana dikatakan Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda)
Papua, Brigjen Pol. Drs. Max Donald Aer, kepada
 
Cenderawasih Pos, kemarin. "Itu terlalu mengada-ada dan tidak sesuai
masalah. Saya kira itu ada maksud lain," ujar Wakapolda,
 
tadi malam.
 
Ditegaskan, masalah pengamanan, sudah menjadi kewajiban aparat kepolisian.
"Masalah keamanan, sudah jelas tanggung jawab
 
kami. Namun kalau ada permintaan jaminan keamanan secara tertulis, itu
sudah di luar konteks," tandasnya.
 
Lebih jauh dikatakan, aksi mogok (Tidak Menghadiri Sidang, Meski Telah
Dijemput) dari para terdakwa kasus Abepura yang
 
terjadi Rabu (30/8) kemarin, sebagai ekses adanya pemukulan yang dilakukan
salah satu anggota Polresta Jayapura, adalah
 
bagian dari pelanggaran.
 
Namun demikian, bukan berarti harus menjadi alasan para terdakwa lainnya
untuk tidak menghadiri persidangan. Toh, pelaku
 
pemukulan juga telah diproses hukum (Statusnya Sudah Sebagai Tersangka).
 
"Terkait kasus ini, kita sudah jelaskan kepada para penasihat hukum para
terdakwa dan pendeta yang telah datang ke Polda.
 
Kami juga telah mengambil tindakan tegas terhadap anggota itu dan telah
kita proses hukum," ujarnya.
 
Ditambahkan, sesuai aturan yang ada, Polda akan mengeluarkan jaminan
secara tertulis, kalau berada dalam wilayah yang darurat
 
atau sulit. "Kecuali kalau berada di suatu tempat yang sulit. Tempat
mereka kan biasa-biasa saja. Ini hanya ekses tingkahlaku
 
anggota yang melakukan pemukulan dan kita telah proses anggota itu secara
hukum," tambahnya.
 
Sebagai institusi, Polda juga tidak menghendaki kasus pemukulan itu
terjadi. Karenanya, upaya Polda selanjutnya adalah telah
 
mewarning dan memberikan arahan kepada para anggotanya agar dalam
melakukan pengamanan bertindak sesuai ketentuan yang ada
 
dan sewajarnya.
 
"Meski ada warga masyarakat yang memaki-maki dan menjelekkan nama baik
institusi, tidak perlu terprovokasi. Meski dalam hati
 
kita panas, tetapi tindakan kita harus tetap dingin," himbaunya.
 
Terkait aksi mogok para terdakwa yang tidak mau mengikuti persidangan Rabu
itu, kata Wakapolda, justru akan merugikan diri
 
mereka (Para Terdakwa). Sebab bisa dianggap sebagai hal yang mempersulit
persidangan, yang dampaknya bisa memperberat hukuman
 
mereka.
 
Soal adanya keputusan majelis hakim yang akan memindahkan penahanan kepada
para terdakwa Kasus Abepura dari LP Abepura ke
 
Rumah Tahanan Polda Papua, Wakapolda menyatakan, kalau demi kelancaran
proses persidangan, tidak ada masalah.
 
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabidhumas) Polda Papua, Kombes Pol.
Drs. Kartono Wangsadisastra, saat ditemui di ruang
 
kerjanya, menjelaskan, terkait masalah keamanan itu, pihaknya telah
memberikan respon dengan mendatangkan personel untuk
 
melakukan pengamanan di lokasi sidang maupun dari lokasi penjemputan para
terdakwa di LP Abepura.
 
"Di samping itu, kita juga telah melakukan penindakan secara tegas
terhadap anggota yang telah melakukan pemukulan terhadap
 
salah seorang terdakwa kasus Abepura. Ini adalah bentuk atensi kita, agar
menjadi pelajaran bagi anggota yang lain agar tidak
 
mengulangi kejadian yang sama," tuturnya.
 
Kepada penasihat hukum para terdakwa, pihaknya meminta agar jangan terlalu
berlebihan dalam menyikapi masalah tersebut. "Kami
 
juga cepat dalam memberikan reaksi untuk pengamanan mereka, kita juga
telah tindak tegas terhadap anggota yang salah itu,"
 
tandas Kartono.
 
Ditanya soal kasus pengrusakan terhadap mobil (bus) milik kejaksaan,
pihaknya menjelaskan, tim penyidik Polda Papua masih
 
bekerja untuk mengungkap kasus tersebut.
 
Hal yang sama dikatakan Kapolresta Jayapura AKBP Drs. Taufik Pribadi,M.Si.
Menurutnya permintaan jaminan keamanan secara
 
tertulis dari para terdakwa kasus Abe itu, terlalu berlebihan.
 
"Permintaan itu terlalu berlebihan, sebab tanpa diminta pun kami sudah
melakukan pengamanan. Itu juga sesuai undang-undang
 
bahwa kami sudah diwajibkan untuk melakukan pengamanan itu," ujar Kapolresta.
 
Menurutnya, tidak ada alasan bagi para terdakwa untuk tidak mengikuti
proses persidangan. Sebab untuk mengamankan agenda
 
tersebut, Kapolresta mengaku, pasti akan menurunkan personelnya sesuai
kebutuhan yang ada.
 
Hakim Minta Dipindah ke Rutan Polda///
 
Seperti diketahui menyusul penolakan (baca: mogok) para terdakwa Kasus
Bentrok Abepura menghadiri sidang yang berakibat
 
ditundanya sidang lanjutan Rabu (30/8), Ketua Majelis Sidang Bentrok
Abepura, Morris Ginting,SH mengeluarkan perintah agar
 
para terdakwa dipindahkan ke Rutan Polda Papua.
 
Hal tersebut terungkap dalam surat bernomor 196/Pen.Pid/2006/PN JPR sampai
nomor 233/Pen.Pid/2006/PN JPR, yang dikeluarkan PN
 
Jayapura, Rabu (30/8).
 
Surat itu antara lain berisikan, agar 7 terdakwa yang diduga terlibat
bentrok Abe dan sampai saat ini masih menjalani
 
pemeriksaan di PN Jayapura, agar dipindahkan ke Rutan Polda Papua. Mereka
adalah masing-masing,
 
Aris Mandowen, Fedrik Jitmau, Muh Kiatam Alias Ahmad, Piter Stevanus
Bunei, Y Echo Merano, Sem Wandik, dan Steven Wandik.
 
Hanya saja kapan para tahanan ini dipindahkan, pihak pengadilan mengatakan
 
semua tergantung pihak Kejaksaan Negeri Jayapura.
 
Morris mengharapkan dengan dikeluarkan keputusan tersebut keamanan para
tahanan kesus bentrok Abepura bisa terjaga dengan
 
baik. "Kita harapkan agar semua pihak bisa mengerti perannya
masing-masing, agar pemeriksaan tahanan bentrok Abepura di PN
 
Jayapura terlaksana dengan lancar, berhubung waktu masa tahanan sudah
hampir habis,"tukasnya.
 
Dikatakan, sesuai hasil rapat majelis hakim, telah ditetapkan jadwal
persidangan direncanakan hari ini Jumat (1/9), dengan
 
agenda pemeriksaan saksi meringankan yang diajukan penasihat hukum.
 
Sementara itu Ketua Tim Jaksa Penunut Umum (JPU) kasus bentrok Abepura,
Yulius Teuf,SH mengatakan, siap akan melaksanan
 
putusan hakim tersebut. Hanya saja dalam melakukan putusan hakim yaitu
memindahkan penahanan terdakwa ke Polda tersebut,
 
pihaknya akan mempertimbangkan langkah-langkah yang bermartabat, tidak
arogan. "Kami sedang mempertimbangkan tindakan yang
 
tidak akan merugikan satu pihak, namun yang diutamakan agar persidangan
bisa terlaksana kembali dengan lancar,"tukasnya.
 
Ditanya mengenai kapan waktu pemindahan tahanan dari LP Abepura, ke Rutan
Polda Papua, pihaknya enggan berkomentar, sebab
 
masih akan berkordinasi dengan pimpinannya serta tim jaksa lainnya.
 
Di tempat terpisah, Penasihat Hukum Para tahanan Bentrok Abepura, Alosius
Renowarin,SH, belum bisa berkomentar, sebab belum
 
mendapatkan salinan surat keputusan dari Hakim perihal rencana pemindahan
tersebut. Meski begitu dirinya menyatakan cukup
 
menyesalkan keputusan hakim tersebut.
 
" Kami sangat menyesalkan kebijakan yang diambil oleh hakim tersebut.
Kalau memang sudah keluarkan surat untuk pemindahan ke
 
rutan Polda, maka kami seharusnya menerima salinannnya,"kata pimpinan
Elsam Papua, ini.
 
Dikatakan, selaku PH hanya tahu tentang rencana persidangan lanjutan hari
ini, sedangkan rencana pemindahan sama sekali belum
 
ke ketahui secara pasti.
 
Ditanya mengenai apakah kliennya akan hadir dalam persidangan yang di
rencanakan hari ini, Alosius mengaku tidak begitu tahu
 
pasti, sebab merupakan hak dari kliennya. " Klien kami mengharapkan agar
ada jaminan keamanan secara tertulis, dari Polda
 
Papua baru mereka bisa hadir dalam sidang dan saya pikir itu hak
mereka,"tukasnya.(fud/cak)
 
 
 
sumber info :detius yoman
 
Pembangunan Infrastruktur Papua Tak Serius
 
 
[JAKARTA] Peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-61 Kemerdekaan Republik
Indonesia, makin kecil maknanya bagi rakyat Papua, provinsi paling
timur. Kesan itu tercermin dari isi Pidato Kenegaraan Presiden Susilo
Bambang Yu-dhoyono di depan Rapat Paripurna DPR pada 16 Agustus 2006
lalu.
 
Isi pidato itu mencerminkan ketidakkonsistenan pemerintah dengan
janjinya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur secara menyeluruh
di Papua.
 
Demikian komentar anggota Komisi XI DPR asal Papua, Inya Bay kepada
Pembaruan di Jakarta, Selasa (29/8).
 
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai
Demokrasi Kebangsaan (PDK) itu, dana tambahan pembangunan infrastruktur
Papua yang disebutkan dalam pidato Presiden 16 Agustus itu sebesar Rp
800 miliar. Kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan gagasan besar
The New Deal for Papua yang disampaikan Presiden Yudhoyono sendiri pada
sidang kabinet 19 Mei 2006.
 
Sebelumnya atas dasar arahan Presiden, dana tambahan pembangunan
infrastruktur Papua yang awalnya diusulkan Rp 2,9 triliun, dalam
pertemuan antara Bappenas, DJA, Departemen PU, Departemen Perhubungan
pada 8 Agustus 2006, disepakati menjadi Rp 2 triliun. Karena itu, sangat
aneh kalau dana yang telah disetujui sebesar Rp 2 triliun lalu berubah
menjadi Rp 800 miliar ketika dibacakan dalam Pidato Kenegaraan 16
Agustus.
 
"Lebih aneh lagi, dalam pidato Presiden menyebutkan angka Rp 800 miliar,
tetapi dalam lembaran penjelasan RUU APBN 2007 pada Pasal 11 ayat (2)
angka 2 tertulis Rp 750 miliar. Rakyat Papua dipermainkan, sehingga
timbul pertanyaan, apakah Provinsi Papua dan rakyatnya ini bukan bagian
dari NKRI?" tanya Inya Bay.
 
 
 
 
sumber info :detius yoman
 
Banyak Masalah Pemerintahan di Papua Belum Terselesaikan
 
 
[JAYAPURA] Banyaknya masalah pemerintahan di Papua yang harus
diselesaikan. Di antaranya pelanggaran hak asasi manusia (HAM ),
pelurusan sejarah integrasi Pepera dalam negara kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
 
Selain itu, masih berlakunya tiga UU Pemerintahan Daerah di Tanah Papua,
yaitu UU No 21 Tahun 2001, UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU No 45 Tahun 1999 Pemekaran Irian Jaya menjadi Tiga
Provinsi. Seharusnya yang berlaku adalah UU Otonomi Khusus.
 
Hal itu dikemukakan Pimpinan Solidaritas Nasional Untuk Papua (SNUP)
Bonar Tigor Naipospos dalam kegiatan 'Bicara di Para-para' yang
dilakukan di Sasana Karya Kantor Gubernur Provinsi Papua, Rabu (30/8),
dengan tokoh-tokoh Papua.
 
Istilah bicara di para-para dipilih sebagai simbol kearifan lokal
masyarakat Papua yang memiliki tradisi rembuk pendapat secara egaliter
dengan cara duduk bersama-sama untuk membicarakan masalah-masalah aktual
di sekitar kampung yang harus diselesaikan.
 
Kegiatan sehari yang diprakarsai SNUP itu dihadiri Gubernur Provinsi
Papua Barnabas Suebu, Ketua DPRP Jhon Ibo, Wakil Ketua Komarudin
Watubun, Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua (MRP) Frans Wospakrik,
Sekjen Presidium Dewan Papua (PDP) Thaha Alhamid, Sekretaris Umum Dewan
Adat Papua (DAP) Leonard Imbiri, Ketua Pokja Papua Albert Hasibuan.
 
Selain itu, kata Bonar, masalah yang ada dalam pemerintahan di Papua
yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia asli Papua di bidang
pendidikan dasar dan menengah, peta pendidikan di Papua yang tidak
jelas, memburuknya kualitas kesehatan orang asli Papua, masalah
pembalakan liar hutan dan pencurian hasil laut yang sering terjadi.
 
Di samping itu maraknya korupsi dana otonomi khusus. "Selain itu masalah
terbatasnya pemberdayaan orang Papua di bidang ekonomi dan bisnis. Belum
adanya data yang pasti tentang jumlah penduduk asli Papua. Juga euforia
pemekaran wilayah provinsi, kabupaten dan kota. Masalah lain juga
rendahnya rekrutmen anggota TNI/ Polri dari orang asli Papua," ujar
Bonar. Kesemuanya itu, kata Bonar, merupakan satu rangkuman dari
serangkaian berbicara di para-para di beberapa daerah yaitu Biak,
Manokwari, Timika, Sorong, dan Jayapura.
 
Sementara itu, Gubernur Papua, Barnabas Suebu menyambut baik apa yang
direkomendasikan SNUP untuk diperhatikan. Menurut Suebu, semua ini
karena rakyat Papua miskin dalam segala hal.
 
"Bila kemiskinan diubah, itulah Papua baru. Untuk itu, kita perlu ada
satu terobosan yang terjadi. Saya melihat kita ini dibodohi atau kita
telat mikir. Kita harus menitikberatkan manusia sebagai titik sentral
dalam pembangunan di Tanah Papua," ujarnya.
 
Pengamat masalah sosial di Papua, Frans Maniagasi menegaskan, sekarang
rakyat menunggu tindakan nyata dari gubernur Papua terpilih. [ROB/W-8]
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar