Dalam pernyataan sikapnya menyatakan pembebasan bangsa papua dari jajahan NKRI adalah Hal yang mutlak dilakukan karena perjuangan Kemerdekaan NKRI, orang papua tidak pernah terlibat dalam perjuangannya maka kemerdekaan bangsa papua adalah harga diri yang harus diangkat melalui forum - forum internasional, untuk peluncuran ini juga merupakan bagian dari upaya dan proses perjuangan maka kami segenap bangsa papua barat mendunkung penuh peluncuran ini
Photo News Demo: Thousands of people rallied In West Papua Suportihng ILWP
Dalam pernyataan sikapnya menyatakan pembebasan bangsa papua dari jajahan NKRI adalah Hal yang mutlak dilakukan karena perjuangan Kemerdekaan NKRI, orang papua tidak pernah terlibat dalam perjuangannya maka kemerdekaan bangsa papua adalah harga diri yang harus diangkat melalui forum - forum internasional, untuk peluncuran ini juga merupakan bagian dari upaya dan proses perjuangan maka kami segenap bangsa papua barat mendunkung penuh peluncuran ini
Kapolda: ILWP Bertentangan Dengan Hukum Indonesia
"ILWP ini, sebetulnya tidak ada di alam Negara yang berdaulat dan itu bertentangan dengan hukum internasional maupun hukum Indonesia," tegas Kapolda Papua Bagus Ekodanto kepada Cenderawasih Pos via telepon selulernya, Sabtu (4/4) kemarin.
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, jelas Kapolda, telah menyatakan bahwa keabsahan Pepera di Papua pada tahun 1969 (act of free choice), Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah secara tegas menyatakan keabsahan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Papua tersebut.
Bahkan, lanjutnya, keberhasilan Pepera di Papua tersebut juga telah dinyatakan oleh Martin Ira Glassner dalam bukunya yang berjudul 'The United Nations at Work' tahun 1998 lalu, yang menyatakan bahwa 'The UN's Record in Postcolonial Territorial Dispustes is not good, with West Irian the Solitary Succes atau catatan atas kinerja PBB dalam menangani sengketa wilayah paska colonial biasanya tidak bagus, namun penanganan untuk Irian Barat merupakan contoh sukses satu-satunya.
Dengan demikian, tegas Kapolda, pernyataan organisasi yang menamakan diri sebagai Internasional Lawyers for West Papua menjadi Right of Self Determination in West Papua adalah bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku.
Untuk itu, Kapolda Bagus Ekodanto, sehubungan dengan hal tersebut, masyarakat di Indonesia khususnya di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, agar tidak terpancing dengan upaya distorsi atas kegiatan kelompok pro kemerdekaan di Inggris tersebut.
"Saya himbau agar masyarakat di Papua tidak terpancing dengan upaya pendistorsiaan terkait kegiatan menyambut peluncuran ILWP tersebut," ujar Bagus Ekodanto.
Pernyataan dari Departemen Luar Negeri Republik Indonesia ini, lanjut Kapolda, terkait dengan status Indonesia sebagai Negara pihak kepada Kovenan Internasional mengenai hak-hak sipil dan politi (ICCPR) serta Kovenan Internasional mengenaik hak-hak ekonomi, social dan budaya (ICESCR), dan sejalan pula dengan standar-standar universal Hak Asasi Manusia dan Hukum Internasional lainnya.
Maka pemerintah Republik Indonesia menegaskan kembali deklarasinya yang dibuah dibawa ICCPR dan ICESRCR bahwa sesuai dengan Declaration on the Granting of Indenpence to Colonial Countries and Peoples, and the Declaration on Principles of Internasional Law Concerning Friendly Relation and Cooperation Among State, serta paragraph yang relevan dengan Deklarasi dan Program Aksi WIna tahun 1993, maka istilah the right of self determination yang muncul dalam pasal 1 ICESCR dan ICCPR tidak berlaku bagi mereka yang berada dalam Wilayah Negara merdeka dan berdaulat serta tidak boleh ditafsirkan sebagai mengesahkan atau mendorong tindakan yang dapat memisahkan atau menghalangi, baik sebagian atau secara keseluruhan keutuhan wilayah atau persatuan dan kesatuan dari Negara yang merdeka dan berdaulat.
Apalagi, sejalan dengan hal tersebut, dalam pasal 46 ayat 1 dari Deklarasi PBB mengenai Hak-hak Indigenous Peoples (United Nations Declaration on The Rights of Indigenous Peoples) menyatakan bahwa Tidak ada dalam deklarasi ini yang dapat ditafsirkan membenarkan suatu Negara, masyarakat, kelompok atau orang perorang berkenaan dengan hak apapun untuk terlibat pada suatu kegiatan atau melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan piagam PBB atau ditafsirkan memberikan kewenangan atau mendorong suatu tindakan yang dapat mengurangi atau menghilangkan baik seluruhnya atau sebagian integritas atau kesatuan politik dari suatu Negara yang berdaulat dan independen.
Di samping itu, Kapolda menambahkan bahwa bangsa Indonesia adalah Negara pihak pada ICCPR dan sejalan dengan pasal 19 ayat 3 ICCPR, pelaksanaan hak untuk menyatakan pendapat, menimbulkan kewajiban dan tanggungjawab khusus yang dapat dikenakan pembatasan tertentu sesuai dengan hukum dan sepanjang diperlukan untuk menghormati hak atau nama baik orang lain dan melindungi keamanan nasional, atau ketertiban umum atau kesehatan dan moral umum.
Sementara itu, dalam beberapa hari terakhir beredar selebaran yang mengajak untuk melakukan unjuk rasa menyambut peluncuran ILWP di Amerika Serikat 3 - 5 April 2009 oleh Koordinator ILWP Mrs Melinda Jankie, pengacara Internasional yang didukung Benny Wenda di Londong, yang rencananya akan dipusatkan di depan Expo Waena pada 6 April 2009 besok.
Bahkan, dalam selebaran itu diklaim bahwa ILWP dianggap sebagai suatu media hukum internasional yang menghimpun pengacara-pengacara internasional yang bertujuan meningkatkan hukum Papua Barat dalam NKRI tidak sah. Selain itu, diklaim juga ILWP akan didorong terjadinya referendum.(bat)
28 Januari, 2009
Buchtar Tabuni Diserahkan ke Jaksa
JAYAPURA-Meski tetap memilih bungkam selama dalam penanganan kepolisian, namun proses Buchtar Tabuni, Ketua Panitia IPWP (Internasional Parlement of West Papua), tetap jalan. Buktinya, tersangka kasus dugaan makar pada demo yang digelar di depan Expo Waena, 16 Oktober 2008 lalu, diserahkan ke jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jayapura, Rabu (28/1), kemarin.
Penyerahan tersangka ini sempat molor 2 jam. Sebab informasi yang beredar penyerahan tersangka semula akan dilakukan sekitar pukul 10.00 wit, namun Buchtar Tabuni baru dijemput penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Papua dari rutan, pukul 12.00 WIT.
Selanjutnya, Buchtar yang didampingi Iwan Niode SH salah seorang anggota Tim Penasehat Hukumnya, menandatangani berita acara, selanjutnya masuk ke mobil tahanan untuk dibawa ke Kantor Kejaksaan.
Tersangka sempat menyapa dengan mengangkat kedua tangannya kepada belasan wartawan yang sejak 2 jam nyanggong di Mapolda Papua untuk meliput penyerahan Buchtar Tabuni ke jaksa. "Oke daa..." kata Buchtar.
Buchtar yang mengenakan baju dan celana kebanggaannya bersama topi yang seragam motifnya seperti loreng, tidak mau diwawancarai wartawan saat berjalan ke mobil tahanan tersebut dan mengisyaratkan kepada pengacaranya.
Direktur Reserse dan Kriminal Polda Papua, Kombes Pol Drs Paulus Waterpauw mengungkapkan, kasus makar dengan tersangka Buchtar Tabuni sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan.
"Berkasnya sudah P21 atau lengkap pada Selasa (27/1) kemarin. Karena berkasnya sudah tidak ada masalah lagi, sehingga kami serahkan tersangka dan barang buktinya ke jaksa," kata Direskrim Paulus Waterpauw saat dihubungi via telepon selulernya.
Dengan demikian, lanjut Paulus Waterpauw, penanganan proses hukum selanjutnya dilakukan kejaksaan guna proses penuntutan dalam persidangan di Pengadilan nantinya.
Soal tersangka Seby Sembum yang ditangkap beberapa minggu kemudian dalam kasus makar dari rangkaian penahanan tersangka Buchtar Tabuni, Direskrim mengungkapkan bahwa berkasnya masih P19, sehingga masih perlu dilengkapi lagi.
"Mudah-mudahan tidak terlalu lama kami juga akan serahkan ke jaksa," imbuh mantan Kapolresta Jayapura ini.
Sementara itu, Penasehat Hukum Buchtar Tabuni, Iwan Niode mengatakan,
penyerahan kliennya ke jaksa penuntut umum tersebut, karena berkas penyidikannya telah masuk tahap II.
"Dengan penyerahan tersangka dan barang buktinya ke jaksa ini, kami berharap berkasnya segera dilimpahkan ke pengadilan untuk proses hukum selanjutnya," kata Iwan Niode.
Apalagi, kata Iwan, mengingat kasus ini sudah cukup lama dan hak tersangka untuk segera diproses hukum karena berkas penyidikannya telah selesai.
Untuk itu, lanjut Iwan Niode, tim penasihat hukum Buchtar Tabuni akan berkoordinasi untuk persiapan menghadapi persidangan terhadap kliennya tersebut dan mempersiapkan pembelaan.
"Bagi tim PH akan berkoordinasi dalam 1 atau 2 hari ke depan untuk melakukan langkah-langkah hukum," ujarnya.
Soal bungkamnya Buchtar Tabuni selama menjadi tersangka dan menolak saat dimintai keterangan oleh penyidik? Iwan Niode mengatakan bahwa hal tersebut merupakan hak yang bersangkutan untuk bungkam, apalagi hal itu dilindungi undang-undang, sehingga aparat penyidik tidak perlu memaksa dan hanya membuat berita acara penolakan.
"Saya sudah berkoordinasi dengan Buchtar Tabuni, ia beralasan sudah dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyidik sebelumnya dan ia akan membeberkan keterangannya sebagai tersangka di persidangan nanti," jelasnya.
Hal ini, kata Iwan Niode, seperti beberapa kasus dimana tersangka tidak mau diambil keterangan sebagai tersangka, diantaranya kasus Munarman yang diduga terlibat rusuh di Jakarta.
Sementara itu, Kajari Jayapura, Sugeng Pujianto SH, MHum mengatakan pihaknya akan meneliti berkas penyerahan tersangka Buchtar Tabuni bersama barang buktinya.
"Setelah itu, kami akan segera susun dakwaan untuk segera disidangkan di pengadilan," ujar Sugeng.
Kajari Sugeng mengatakan bahwa pihaknya akan menitipkan tersangka Buchtar Tabuni ke Lembaga Pemasyarakatan Abepura.
Tampak kesibukan 3 jaksa yang menangani kasus makar yang melibatkan tersangkanya Buchtar Tabuni ini, melakukan pemeriksaan berkas kasus tersebut, diantaranya jaksa Maskel Rambolangi SH, ES Hutomo SH dan Michael Rambi SH.
Barang bukti yang diserahkan penyidik ini, antara lain, surat pernyataan sikap, CD aksi demo di Expo Waena dan foto-foto, selebaran yang diduga terkait kasus makar yang melibatkan tersangka Buchtar Tabuni. Dan, tersangka dijerat dengan pasal 106, 107 dan 110 KUHP tentang perbuatan makar. (bat)
26 Desember, 2008
Gubernur Bangga, Jayawijaya Dipimpin Orang-orang Muda
WAMENA-Sebagaimana dijadwalkan sebelumnya, akhirnya pasangan bupati/wakil bupati terpilih kabupaten Jayawijaya periode 2008-2013 atas nama Jhon Wempi Wetipo, S. Sos, M.Par/Jhon Richard Banua dilantik oleh Gubernur Papua Barnabas Suebu, SH atas nama Mendagri H. Mardiyanto. Pelantikan pasangan 'Jojon' ini berlangsung dalam suatu rapat paripurna istimewa di gedung DPRD Jayawijaya Selasa (23/12). Acara ini berjalan lancar dan khidmad dipimpin oleh Ketua DPRD Yance Fery Kogoya.
Upacara pelantikan yang dimulai pukul 10.00 tepat itu berakhir hingga pukul 11.30. Tampak hadir dalam acara pelantikan itu sejumlah pejabat dari provinsi Papua, seperti Kasdam XVII Cenderawasih Brigjen TNI Hambali, Waka Polda Papua Brigjen Pol Drs. Ahmad Riyadi Koni, SH, Bupati Pegunungan Bintang, Welington Wenda, penjabat bupati Nduga Drs. Hans. D. Maniagasi, penjabat bupati Mamberamo Tengah David Pagawak, S. Sos dan muspida Jayawijaya.
Dalam kesempatan itu gubernur Barnabas Suebu mengatakan pelantikan bupati/wakil bupati Jayawijaya hasil pemilihan langsung yang baru pertama kalinya dilakukan itu merupakan sejarah bagi rakyat Papua, khususnya warga masyarakat Jayawijaya. "Saya sangat bangga dengan pelantikan kali ini karena bupati dan wakil bupati terpilih yang akan memimpin Jayawijaya periode 5 tahun mendatang adalah orang-orang muda," tegas kaka Bas.
Dikatakan, hidup saudara harus menjadi teladan bagi seluruh aparatur pemerintahan dan rakyat Jayawijaya. Kata-kata yang diucapkan oleh seorang pemimpin harus kata-kata yang memimpin, membangun, menghibur dan kata yang membawa damai. "Apa yang saudara ucapkan harus berwujud dalam tindakan-tindakan yang penuh kasih yang mampu mengangkat warga masyarakat dari keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan yang sudah lama diderita oleh rakyat," ujarnya.
"Saudara-saudara harus setia kepada Tuhan, setia kepada rakyat dan setia kepada NKRI dan di atas segalanya dengan menjalani hidup yang kudus dan suci," tutur Bas.
Banyaknya persoalan yang terjadi di Papua seperti HIV/AIDS menjadi ancaman terbesar bagi eksistensi seluruh orang Papua dimasa sekarang karena hidup tidak kudus dan tidak takut Tuhan, bahkan korupsi membuat pembangunan dan pelayanan kepada rakyat macet karena pemimpinnya hidup tidak kudus dan tidak takut akan Tuhan.
"Oleh karena itu saya mengajak kepada bupati/wakil bupati Jayawijaya terpilih, dapat menempatkan kekudusan dan kesucian hidup di tempat yang paling tinggi," ujarnya. Ada tiga indikator yang bisa digunakan untuk meniai pemerintahan di provinsi Papua yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Pertama program pembangunan pemerintah daerah secara spesifik difokuskan dilaksanakan dikampung-kampung dimana sebagian masyarakat tinggal disana. Kedua aparatur pemerintah lebih banyak bekerja bersama masyarakat di kampung dan yang ketiga struktur APBD pemerintah daerah berbentuk piramida, dengan bagian yang paling kecil di atas, ditujukan untuk belanja pegawai dan administrasi pemerintahan dan bagian terbesar dibawahnya digunakan secara langsung untuk membiayai program pembangunan masyarakat di kampung-kampung, melalui dana block grand sebesar Rp. 100 Juta yang dimulai sejak tahun 2007," tutur kaka Bas.
Sementara itu dalam acara syukuran yang dilaksanakan di lapangan Sinapuk dan dihadiri tak kurang dari 10 ribu massa, Jhon Wetipo bersama Jhon Banua menyatakan tekadnya untuk menindak lanjuti janjinya pada masa kampanye beberapa waktu lalu. "Masyarakat akan dibebaskan dari biaya pendidikan, kesehatan dan beras raskin, karena semua itu sudah dibiayai melalui dana Otsus," tegas Wempi yang mendapat aplaus dari massa yang hadir.
Pihaknya tidak segan-segan untuk menindak tegas bagi aparatur yang melakukan korupsi, karena tindakan itu menyengsarakan masyarakat, apalagi kabupaten Jayawijya selaku kabupaten induk yang memekarkan kabupaten lain terlihat monoton tak banyak pembangunan yang dirasakan masyarakat, padahal dana otsus sudah mengalir trilyunan rupiah namun hasilnya tidak ada.
Meski demikian selaku pemimpin di Jayawijaya saya sangat mengharapkan dukungan dari seluruh elemen masyarakat untuk mencapai hari esok yang lebih baik dari hari ini sesuai motto Jayawijaya "Yogotak Hubuluk Motok Hanorogo"," tegas bupati Wempi yang diiyakan Jhon Banua.
Kepada para kandidat dan tim sukses pasangan lain saya mengajak untuk melupakan peristiwa pilkada lalu dan merapatkan barisan untuk membangun Jayawijaya demi kesejahteraan rakyatnya," ujarnya.
Dalam akhir arahannya Wempi Wetipo/Jhon Banua berpesan kepada warga masyarakat untuk menciptakan situasi dan kondisi Jayawijaya agar senantiasa aman dan kondisif. "Dengan situasi yang aman dan kondusif, pemerintah dan warga masyarakat akan dapat melaksanakan aktifitasnya secara baik tanpa mengalami suatu kendala," tandasnya. (jk)
"Mudah-mudahan Tak Ada Apa-apa"
(Di Tiap Polres Disiapkan 2/3 Kekuatan)
JAYAPURA-Kendati situasi Kamtibmas di Papua menjelang perayaan Natal, tetap aman dan kondusif, namun jajaran Polda Papua tetap melakukan pengamanan ekstra, guna memberikan rasa aman bagi warga yang merayakan natal.
Untuk mengamankan perayaan Hari Raya Natal Tahun 2008, Polda Papua secara khusus menyiapkan 600 personelnya.
"Untuk di Polda, kita siapkan 600 personel untuk mengamankan perayaan Natal,"kata Kapolda Papua Irjen Pol Drs Bagus Ekodanto kepada wartawan usai memimpin gelar pasukan dalam Operasi Lilin Tahun 2008 yang diikuti Polri, TNI UA, TNI AD dan TNI AL di Lapangan PTC, Entrop, Selasa (23/12) kemarin.
Selain itu, kata kapolda, di masing-masing Polresta/Polres juga disiapkan 2/3 kekuatan personel dalam membantu pengamanan Natal tersebut.
Yang jelas, pihaknya sudah menyiapkan personel untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan pada saat umat Kristiani di seluruh dunia, khususnya di Papua.
Dan, pihaknya berharap dalam perayaan Natal tahun ini tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, atau hal-hal yang mengganggu situasi kamtibmas di Papua. "Mudah-mudahan, tidak ada apa-apa," harapnya.
Dalam pengamanan hari raya Natal ini, pihaknya akan menempatkan personel di beberapa lokasi antara lain tempat ibadah, tempat hiburan atau tempat rekreasi dan keramaian, sehingga masyarakat dapat melaksanakan ibadah Natal.
Apalagi, lanjut Kapolda, masing-masing Polres dan Polresta juga mengembangkan pengamanan yang melibatkan tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemuda non Kristen untuk membantu pengamanan Natal tahun ini.
"Jadi, di masing-masing Polres dan polresta dikembangkan pengamanan dengan melibatkan pemuda non Kristen," ujarnya.
Kapolda menambahkan dalam pengamanan Natal tahun ini, tidak ada titik rawan, namun pihaknya tetap mewaspadainya untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.(bat)
22 Desember, 2008
AWPA (Sydney) letter to SBY
Dec 20, 2008, 18:22
| Email this article
Printer friendly page |
PO Box 28, Spit Junction
NSW, Australia 2088
20 December 2008
President Susilo Bambang Yudoyono
Presidential Palace
Jl. Medan Merdeka Utara
Jakarta Pusat 10010
Republic of Indonesia
Dear President Yudoyono,
I am writing to concerning the arrest of Buchtar Tabuni and Sebby Sambom by the police in West Papua. Mr. Tabuni is a human rights activist and he has been involved in organising a number of peaceful demonstrations in West Papua. The most recent one was in support of the launch of the International Parliamentarians for West Papua in London in October of this year. Mr. Tabuni has been arrested merely for peacefully expressing his political views.
Sebby Sambom was arrested in Sentani - Jayapura after giving a press conference where he called for the release of Buchtar Tabuni from police custody. Both men have been jailed solely for peacefully expressing their right to an opinion. We are also concerned that they may be ill-treated whilst in custody.
I am writing to you to urge you to immediately release Buchtar Tabuni and Sebby Sambom from custody and asking that all charges against Buchtar Tabuni and Sebby Sambom should be dropped.
We also urge you to release all political prisoners in West Papua as a sign of good faith to the West Papuan people.
Yours sincerely
Joe Collins
Secretary
AWPA (Sydney)
---------------------------------
Copies to
1. Mr. Susilo Bambang Yudoyono
President
Republic of Indonesia
Presidential Palace
Jl. Medan Merdeka Utara
Jakarta Pusat 10010
INDONESIA
Fax: + 62 21 231 41 38, 345 2685
Email: presiden@ri.go.id
2. Prime Minister Kevin Rudd
PO Box 6022
House of Representatives
Parliament House
Canberra ACT 2600
Fax: (02) 6273 4100
3.The Hon Steven Smith MP
Minister for Foreign Affairs
PO Box 6022
House of Representatives
Parliament House Canberra ACT 2600
Fax: (02) 6273 4112
Email: Stephen.Smith.MP@aph.gov.au
4. Australian Embassy Jakarta
Jalan H.R. Rasuna Said Kav C 15-16
Jakarta Selatan 12940
Indonesia
Fax +62 21 2550 5467
5. Indonesian Embassy Canberra
8 Darwin Avenue
Yarralumla
ACT 2600
Fax. + 61 2 - 62736017
6.Mr. Abdul Hakim Garuda Nusantara
Chairperson
KOMNAS HAM (National Human Rights Commission)
Jl. Latuharhary No. 4B Menteng
Jakarta Pusat 10310
INDONESIA
Tel: +62 21 3925230
Fax: +62 21 3151042/3925227
E-mail: info@komnasham.or.id
UPDATE (Indonesia): Another activist arrested for holding a peaceful protest
By WPNews
Dec 21, 2008, 02:21 | Email this article
Printer friendly page |
Urgent Appeal Update: AHRC-UAU-071-2008
20 December 2008
[RE: Re: AHRC-UAC-262-2008: INDONESIA: Rights activist Buktar Tabuni arrested after peaceful protests]
---------------------------------------------------------------------
INDONESIA: Another activist arrested for holding a peaceful protest
ISSUES: Human rights defenders; arbitrary arrest and detention; administration of justice
---------------------------------------------------------------------
Dear friends,
The Asian Human Rights Commission (AHRC) regrets to inform you that another activist has been arrested and charged with subversion over his role in organizing a peaceful protest two months ago. His arrest took place as he and his colleagues had just concluded a press conference calling for the release of an activist whom the police had earlier arrested in connection with the protest.
UPDATED INFORMATION:
As mentioned in our previous appeal (AHRC-UAC-262-2008), activist Mr. Buchtar Tabuni had been arrested on 3 December 2008. He has been charged with treason and his arrest was in connection with the peaceful protest he and his colleagues have helped organized two months ago, October 16.
A few days after Tabuni's arrest, activist Mr. Seblom Sambom, was also arrested at around 11:30am on 17 December 2008 in Sentani – Jayapura in the Theys Eluay Memorial park. At the time of his arrest, Sambom had just concluded a press conference they had conducted which calls for the release of Tabuni. The arresting policemen, the Papuan Police Criminal Investigation Division (CID), had taken him into their custody without showing to him any arrest warrants. It was learned later though that he has been charge with subversion in connection with the October 16 protest.
At the time of his arrest, the Papuan Police CID arrived on the scene and had immediately proceeded to arrest Sambom. No explanation was given to him as to the nature of charges laid on him nor was he informed why he is being arrested. The police, too, did not provide him any answer to questions he and others have asked.
Sambom is a human rights activist and is also a member of the committee of International Parliamentarians for West Papua in Papua. He has since been an outspoken supporter of the Papuan's struggle for self determination and independence.
On October 16, 2008, both Tabuni and Sambom helped organize a peaceful demonstration supporting the International Parliamentarians for West Papua (IPWP) in London. He had organized the said protest in cooperation with Tabuni.
After his arrest, Sambom was taken to the police headquarters. They had arrived there at about 1:20 pm. He was immediately taken to the investigation room where he was subjected for questioning for more than four hours consecutively.
The investigation of Sambom was closed to the public and the police as well had refused to answer any inquiries about the arrest. They also did not disclose any information to any media organizations there. According to the information given by Sambom’s lawyers Iwan Niode and Latifah Anum Siregar, the arrest was due to his role in organizing the October 16 protest.
ADDITIONAL INFORMATION:
The International Parliamentarians for West Papua (IPWP) was launched at the Houses of Commons, London on 15 October 2008. The event was a historical international gathering of Parliamentarians, in support of self determination for the native people of West Papua. The launch in Parliament was co-hosted by Andrew Smith MP and Lord Harries. The aim of the group is to coordinate international parliamentary action on West Papua and to generate support for the self determination of the now Indonesian province.
The demonstration held in support of the IPWP on October 16 in Papua was peaceful, and in accordance with domestic Indonesian law Law No. 9/1998 on freedom of expression, nevertheless the Indonesian security forces had used the said occasion in filing questionable charges of treason and subversion against those who organized the protest. It eventually resulted to the arrest of the activists there.
Prior to the arrest of these two activists though, on October 17, 2008, an activist Yosias Syet has also been murdered in his own home in Waibron, Jayapura Regency, Papua. For further details please read: AHRC-UAC-261-2008. Indicators suggest that the perpetrators were from the Indonesian security forces.
The alleged involvement of the Indonesian security forces into arrest, harassment, murder and torture of activists in Papua has been taking place in a systematic and in an alarming scale. The arrests are sanctioned by domestic Indonesian law, which criminalizes any "attempt to bring the territory of the state wholly or partially under foreign domination or to separate part thereof" (from article 106 of the Indonesian Penal Code)
In past cases of detention of rights activists in Papua, torture has been frequently used during interrogation and detention. It is hence plausible that Sambom could have had suffered from the same treatment during his current detention.
SUGGESTED ACTION:
Please write a letter to the concerned authorities below requesting for their appropriate intervention promptly. These activists should be released unconditionally and that charges laid on them are withdrawn.
The AHRC has also written to the UN Working Group on Arbitrary Detention and the Special Rapporteur on Human Rights Defenders calling for intervention in this case.
To support this appeal, please click here:
SAMPLE LETTER:
Dear __________,
Re: INDONESIA: Another activist arrested for holding a peaceful protest
Name of victim: Mr. Seblom Sambom, 30 years of age
Alleged perpetrators: Criminal Investigation Division of the Police in Papua
Date of incident: 17 December 2008 at 11:30am
Place of incident: Sentani, Jayapura, Papua
I am appalled to learn of the arrest of Mr. Seblom Sambom on 17 December 2008. According to the information that I have received, Sambom was taken into custody on charges of subversion. He was arrested by personnel from the Criminal Investigation Division of the Papuan police. No arrest warrant was presented at the time of the arrest, and Sambom is currently being held in detention.
Sambom is a devoted rights activist, and a member of the committee of International Parliamentarians for West Papua in Papua. In that capacity he has helped organize a demonstration in support of the International Parliamentarians for West Papua in London, on 16 October 2008.
The demonstration on October 16 was conducted in a peaceful manner, and was in accordance with the regulations found in domestic Indonesian law No. 9/1998 on freedom of expression. Despite this though, the said occasion had been used by the security forces of filing questionable charges of treason and subversion on activist which also resulted to Sambom arrest and detention since 17 December 2008.
First, I urge you to ensure that Sambom be immediately and unconditionally released from custody. I am deeply concerned that unless he is released and charges withdrawn, there is likelihood that he would be subjected to torture. Further, the charges against him should be dropped, since he was acting in accordance with domestic Indonesian law when organizing the demonstration on October 16.
Further I want to draw your attention to the pressing need for a reform of the Indonesian Penal Code, especially with regards to article 106. This article is clearly conflicting with fundamental freedoms of the individual, such as the freedom of expression. Additionally, the article is in contradiction with domestic Indonesian law.
Voicing one's political opinion is a fundamental freedom, but one which is frequently denied the indigenous population of Papua. This is a very serious concern, which I trust that you take seriously.
Yours sincerely;
----------------
PLEASE SEND YOUR LETTERS TO:
1. Irjen Polisi Drs. F.X. Bagus Ekodanto
Chief of the Papuan Regional Police
Kepolisian Daerah Papua
Jl. Dr. Sam Ratulangi No. 8
Jayapura
INDONESIA
Tel: +62 967 33317 / 31835
2. R. Widyopramono SH,M.Hum.
Kejaksaan Tinggi Papua
Jl. Anggrek No.6 Tj. Ria
Jayapura
INDONESIA
Tel: +62 967 542764 / 541130
3. Paulus Waterpauw,
Director of the Criminal Unit
Papua Regional Police
Jl. Samratulangi
No. 8 Jayapura
INDONESIA
Tel: + 62 967 531834
4. Mr. Hendarman Supandji
Attorney General
Kejaksaan Agung RI
Jl. Sultan Hasanuddin No. 1
Jakarta Selatan
INDONESIA
Fax: + 62 21 7250213
Tel: + 62 21 7221337, 7397602
E-mail: postmaster@kejaksaan.or.id
5. Gen. Bambang Hendarso Danuri
Chief of National Police
Jl. Trunojoyo No. 3
Jakarta Selatan
INDONESIA
Fax: +62 21 720 7277
Tel: +62 21 721 8012
Email: polri@polri.go.id
6. Mr. Andi Matalatta
Minister of Justice and Human Rights
JI. H.R. Rosuna Said Kav. 6-7
Kuningan, Jakarta Selatan
INDONESIA
Fax: +62 21 525 3095
7. Mr. Susilo Bambang Yudoyono
President
Republic of Indonesia
Presidential Palace
Jl. Medan Merdeka Utara
Jakarta Pusat 10010
INDONESIA
Fax: + 62 21 231 41 38, 345 2685, 345 7782
Tel: + 62 21 3845627 ext 1003
E-mail: presiden@ri.go.id
8. Mr. Ifdhal Kasim
Chairperson
KOMNAS HAM (National Human Rights Commission)
Jl. Latuharhary No. 4B Menteng
Jakarta Pusat 10310
INDONESIA
Fax: +62 21 3151042/3925227
Tel: +62 21 3925230
E-mail: info@komnasham.or.id.
Thank you.
Urgent Appeals Programme
Asian Human Rights Commission (ua@ahrc.asia)
-----------------------------
Asian Human Rights Commission
19/F, Go-Up Commercial Building,
998 Canton Road, Kowloon, Hongkong S.A.R.
Tel: +(852) - 2698-6339 Fax: +(852) - 2698-6367
Please consider the environment before printing this email.
Auckland Indonesia Human Rights Committee
By Maire
Dec 23, 2008, 03:38 | Email this article
Printer friendly page |
Box 68-419,
Auckland
21 December, 2008
Mr. Susilo Bambang Yudhoyono
President,Republic of Indonesia
Presidential Palace,
Jl. Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat 10010
INDONESIA
Fax: + 62 21 231 41 38, 345 2685, 345 7782
Dear President Yudhoyono,
We were deeply concerned to learn of the arrest of Mr Buchtar Tabuni on the 3rd of December 2008 in Sentani, Jayapura. We understand that Mr Sebby Sambom was also arrested while giving a press conference during which he called for the release of Mr Buchtar Tabuni.
We understand that Mr Tabuni was arrested by personnel from the C.I.D. of the Papuan police, that no arrest warrant was presented at the time of the arrest, and that Mr. Tabuni is still being held in detention.
We are particularly concerned to hear that Mr Tabuni may face very serious charges including charges of subversion under articles 106, 110, 160, 212 and 216 of the Indonesian Penal Code.
Mr. Tabuni is an active human rights activist, and a student Association leader. He has
organised a number of peaceful demonstrations, the most recent one being in support of the International Parliamentarians for West Papua which held a meeting in London
on October 16, 2008.
We understand that Mr Tabuni and Mr Sambom have been jailed solely for peacefully expressing their right to an opinion. We believe this right is accorded to your citizens under Law 9/1998. This right is also guaranteed by the International Covenant on Civil and Political rights and by the Universal Declaration of Human Rights.
We are also concerned that they may be ill-treated whilst in custody. We therefore urge you to to immediately release Buchtar Tabuni and Sebby Sambom from custody and we ask that all charges against Buchtar Tabuni and Sebby Sambom should be dropped.
Yours sincerely,
Maire Leadbeater (for the Indonesia Human Rights Committee)
Copies to
Hon Murray McCully,
Minister of Foreign Affairs,
Parliament Buildings,
Wellington
Irjen Polisi Drs. F.X. Bagus Ekodanto
Chief of the Papuan Regional Police
Kepolisian Daerah Papua
Jl. Dr. Sam Ratulangi No. 8
Jayapura
INDONESIA
Paulus Waterpauw,
Director of the Criminal Unit
Papua Regional Police
Jl. Samratulangi
No. 8 Jayapura
INDONESIA
Tel: + 62 967 531834
Mr. Hendarman Supandji
Attorney General
Kejaksaan Agung RI
Jl. Sultan Hasanuddin No. 1
Jakarta Selatan
INDONESIA
Fax: + 62 21 7250213
Mr. Ifdhal Kasim
Chairperson
KOMNAS HAM (National Human Rights Commission)
Jl. Latuharhary No. 4B Menteng
Jakarta Pusat 10310
INDONESIA
Fax: +62 21 3151042/3925227
Tel: +62 21 3925230
E-mail: info@komnasham.or.id.
Benny Wenda Menyurat langsung Kepada President RI dan KAPOLRI Segera Bebaskan Sebby Sambom dan Buctar Tabuni
By WPNews
Dec 22, 2008, 03:43 | Email this article
Printer friendly page |
www.freewestpapua.org
P.O. Box 656, Oxford, OX3 3AP England, U.K.Tel: +44 (0) 845257 9145
office@freewestpapua.org
22 Desember 2008
Kepada Yth:
Bapak Susilo Bambang Yudoyono
Presiden Republik Indonesia
Istana Presiden
Jl. Medan Merdeka Utara
Jakarta Pusat 10010
INDONESIA
Tel: + 62 21 3845627 ext 1003
Fax: + 62 21 231 41 38, 345 2685, 345 7782
Email: presiden@ri.go.id
Indonesia mendiskriminasikan Bangsa Papua Barat atas nama demokrasi
Dengan hormat,
Menyusul surat saya yang pertama kepada Bapak Presiden Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia tentang pembebasan tanpa syarat Buchtar Tabuni, aktifis hak-hak asasi manusia dan pemimpin mahasiswa Papua Barat dari tahanan Kepolisian Daerah Provinsi Papua, maka dengan surat yang kedua ini saya menyampaikan kembali permintaan yang sama yaitu pembebasan tanpa syarat Sebby Sambom, aktifis HAM Papua Barat dari tahanan Kepolisian Daerah Papua.
Sebby Sambom di tangkap dengan alasan Makar atau subversi, sebuah alasan yang tidak berdasar menurut Deklarasi Universal HAM tanggal 10 Desember 1948 pasal 20 ayat 1 yang memberikan jaminan dalam hal menyampaikan kebebasan untuk berdemonstrasi, menyampaikan aspirasi dan juga kebebasan berorganisasi. Undang Undang Republik Indonesia Nomor : 9 / 1998 juga menjamin tentang kebebasan berekspresi. Namun kondisi nyata di Papua membuktikan bahwa kedua hukum ini tidak dijamin atau tidak berlaku di Papua Barat.
Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni hanya sebatas meyampaikan aspirasi politik murni dalam orasi-orasi mereka. Kata-kata yang mereka gunakan dalam orasi aspirasi politik pada tanggal 16 Oktober 2008 adalah : hak menentukan nasib sendiri bangsa Papua Barat (right to self determination). Atau dengan kata lain Indonesia harus memberikan kebebasan bagi rakyat Papua Barat untuk melaksanakan REFERENDUM.
Sebelumnya Bucthar Tabuni ditangkap dengan alasan bahwa dia menjadi pemimpin demonstrasi dalam rangka mendukung Peluncuran International Parliamentarians for West Papua tanggal 16 Oktober 2008 yang kami selenggarakan di Gedung Parlemen Inggris London pada tanggal 15 Oktober 2008. Saya perlu memberikan klarifikasi yang sebenarnya bahwa kegiatan peluncuran International Parliamentarians for West Papua di London adalah kegiatan resmi All Party Parliamentary Group on West Papua yang telah terbentuk didalam parlemen Inggris sejak 2 tahun lalu.
Penangkapan Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni dengan alasan MAKAR karena mendukung peluncuran International Parliamentarians for West Papua adalah tidak berdasar sama sekali dan tidak mengikuti prinsip-prinsip etika demokrasi .
Penanggung jawab peluncuran International Parliamentarians for West Papua adalah kami sendiri bersama-sama dengan seluruh anggota parlemen Inggris yang bergabung didalam All Party Parliamentary Group on West Papua yang berkedudukan di London dan bukan di Papua Barat. Sebby Sambom, Buchtar Tabuni dan seluruh rakyat Papua Barat yang berdemonstrasi dalam rangka mendukung International Parliamentarians for West Papua (IPWP) adalah bagian dari demokrasi dan apa yang mereka lakukan adalah hanya sebatas expresi diri masyarakat Papua Barat untuk mendukung Peluncuran IPWP di London.
Saya sangat menyayangkan sikap dan tindakan aparat Kepolisian Republik Indonesia yang telah memperlakukan Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni sebagai seorang kriminal yang dianggap MAKAR. Hal ini sangat melukai hati bangsa Papua Barat yang cinta damai.
Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni bukan pelaku MAKAR dan KRIMINAL. Mereka adalah pembela bangsa Papua Barat yang tertindas dan penegak demokrasi di Tanah Papua Barat.
Oleh karena itu maka saya minta agar Bapak membebaskan Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni segera tanpa syarat.
Hormat Saya,
Benny Wenda
Pemimpin Papua Merdeka di Inggris
Tembusan Yth:
1. Bpk. Bambang Hendarso Danuri
KAPOLRI
Jl. Trunojoyo No. 3
Jakarta Selatan
INDONESIA
Tel: +62 21 721 8012
Fax: +62 21 720 7277
Email: polri@polri.go.id
2. Drs Bagus Ekodanto, KAPOLDA Papua
Jl. Samratulangi
No 8 Jayaura
Tel: + 62 967 531014
Fax: + 62 967 533763
3. Drs Paulus Waterpauw, Kepala Direskrim, Polda Papua
Jl. Samratulangi
No. 8 Jayapura
Tel: + 62 967 531834
4. Bpk. Hendarman Supandji
Jaksa Agung
Kejaksaan Agung RI
Jl. Sultan Hasanuddin No. 1
Jakarta Selatan
INDONESIA
Tel: + 62 21 7221337, 7397602
Fax: + 62 21 7250213
Email: postmaster@kejaksaan.or.id
5. Bpk. Abdul Hakim Garuda Nusantara
KETUA KOMNAS HAM (National Human Rights Commission)
Jl. Latuharhary No. 4B Menteng
Jakarta Pusat 10310
INDONESIA
Tel: +62 21 3925230
Fax: +62 21 3151042/3925227
E-mail: info@komnasham.or.id
6. Ms. Hina Jilani
Special Representative of the Secretary on the situation of human
rights defenders
Room 1-040, OHCHR-UNOG
1211 Geneva 10
Switzerland
Fax: +41 22 906 8670
E-mail: urgent-actions@ohchr.org
============================================================
FREE WEST PAPUA CAMPAIGN
www.freewestpapua.org
P.O. Box 656, Oxford, OX3 3AP England, U.K. Tel: +44 (0) 845257 9145
office@freewestpapua.org
22 Desember 2008
Kepada Yth:
Bpk. Bambang Hendarso Danuri
KAPOLRI
Jl. Trunojoyo No. 3
Jakarta Selatan
INDONESIA
Tel: +62 21 721 8012
Fax: +62 21 720 7277
Email: polri@polri.go.id
Indonesia mendiskriminasikan Bangsa Papua Barat atas nama demokrasi
Dengan hormat,
Menyusul surat saya yang pertama kepada Bapak Kepala Kepolisian Republik Indonesia tentang pembebasan tanpa syarat Buchtar Tabuni, aktifis hak-hak asasi manusia dan pemimpin mahasiswa Papua Barat dari tahanan Kepolisian Daerah Provinsi Papua, maka dengan surat yang kedua ini saya menyampaikan kembali permintaan yang sama yaitu pembebasan tanpa syarat Sebby Sambom, aktifis HAM Papua Barat dari tahanan Kepolisian Daerah Papua.
Sebby Sambom di tangkap dengan alasan Makar atau subversi, sebuah alasan yang tidak berdasar menurut Deklarasi Universal HAM tanggal 10 Desember 1948 pasal 20 ayat 1 yang memberikan jaminan dalam hal menyampaikan kebebasan untuk berdemonstrasi, menyampaikan aspirasi dan juga kebebasan berorganisasi. Undang Undang Republik Indonesia Nomor : 9 / 1998 juga menjamin tentang kebebasan berekspresi. Namun kondisi nyata di Papua membuktikan bahwa kedua hukum ini tidak dijamin atau tidak berlaku di Papua Barat.
Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni hanya sebatas meyampaikan aspirasi politik murni dalam orasi-orasi mereka. Kata-kata yang mereka gunakan dalam orasi aspirasi politik pada tanggal 16 Oktober 2008 adalah : hak menentukan nasib sendiri bangsa Papua Barat (right to self determination). Atau dengan kata lain Indonesia harus memberikan kebebasan bagi rakyat Papua Barat untuk melaksanakan REFERENDUM.
Sebelumnya Bucthar Tabuni ditangkap dengan alasan bahwa dia menjadi pemimpin demonstrasi dalam rangka mendukung Peluncuran International Parliamentarians for West Papua tanggal 16 Oktober 2008 yang kami selenggarakan di Gedung Parlemen Inggris London pada tanggal 15 Oktober 2008. Saya perlu memberikan klarifikasi yang sebenarnya bahwa kegiatan peluncuran International Parliamentarians for West Papua di London adalah kegiatan resmi All Party Parliamentary Group on West Papua yang telah terbentuk didalam parlemen Inggris sejak 2 tahun lalu.
Penangkapan Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni dengan alasan MAKAR karena mendukung peluncuran International Parliamentarians for West Papua adalah tidak berdasar sama sekali dan tidak mengikuti prinsip-prinsip etika demokrasi .
Penanggung jawab peluncuran International Parliamentarians for West Papua adalah kami sendiri bersama-sama dengan seluruh anggota parlemen Inggris yang bergabung didalam All Party Parliamentary Group on West Papua yang berkedudukan di London dan bukan di Papua Barat. Sebby Sambom, Buchtar Tabuni dan seluruh rakyat Papua Barat yang berdemonstrasi dalam rangka mendukung International Parliamentarians for West Papua (IPWP) adalah bagian dari demokrasi dan apa yang mereka lakukan adalah hanya sebatas expresi diri masyarakat Papua Barat untuk mendukung Peluncuran IPWP di London.
Saya sangat menyayangkan sikap dan tindakan aparat Kepolisian Republik Indonesia yang telah memperlakukan Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni sebagai seorang kriminal yang dianggap MAKAR. Hal ini sangat melukai hati bangsa Papua Barat yang cinta damai.
Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni bukan pelaku MAKAR dan KRIMINAL. Mereka adalah pembela bangsa Papua Barat yang tertindas dan penegak demokrasi di Tanah Papua Barat.
Oleh karena itu maka saya minta agar Bapak membebaskan Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni segera tanpa syarat.
Hormat Saya,
Benny Wenda
Pemimpin Papua Merdeka di Inggris
Tembusan Yth:
1. Drs Bagus Ekodanto, KAPOLDA Papua
Jl. Samratulangi
No 8 Jayaura
Tel: + 62 967 531014
Fax: + 62 967 533763
2. Drs Paulus Waterpauw, Kepala Direskrim, Polda Papua
Jl. Samratulangi
No. 8 Jayapura
Tel: + 62 967 531834
3. Bpk. Hendarman Supandji
Jaksa Agung
Kejaksaan Agung RI
Jl. Sultan Hasanuddin No. 1
Jakarta Selatan
INDONESIA
Tel: + 62 21 7221337, 7397602
Fax: + 62 21 7250213
Email: postmaster@kejaksaan.or.id
4. Bpk. Abdul Hakim Garuda Nusantara
KETUA KOMNAS HAM (National Human Rights Commission)
Jl. Latuharhary No. 4B Menteng
Jakarta Pusat 10310
INDONESIA
Tel: +62 21 3925230
Fax: +62 21 3151042/3925227
E-mail: info@komnasham.or.id
5. Ms. Hina Jilani
Special Representative of the Secretary on the situation of human
rights defenders
Room 1-040, OHCHR-UNOG
1211 Geneva 10
Switzerland
Fax: +41 22 906 8670
E-mail: urgent-actions@ohchr.org
=======================================================
FREE WEST PAPUA CAMPAIGN
www.freewestpapua.org
P.O. Box 656, Oxford, OX3 3AP England, U.K. Tel: +44 (0) 845257 9145
office@freewestpapua.org
22 Desember 2008
Kepada Yth:
Drs Bagus Ekodanto, KAPOLDA Papua
Jl. Samratulangi
No 8 Jayaura
Tel: + 62 967 531014
Fax: + 62 967 533763
Indonesia mendiskriminasikan Bangsa Papua Barat atas nama demokrasi
Bapak Bagus Ekodanto,
Menyusul surat saya yang pertama kepada Bapak tentang pembebasan tanpa syarat Buchtar Tabuni, aktifis hak-hak asasi manusia dan pemimpin mahasiswa Papua Barat dari tahanan Kepolisian Daerah Provinsi Papua yang Bapak pimpin, maka dengan surat yang kedua ini saya menyampaikan kembali permintaan yang sama yaitu pembebasan tanpa syarat Sebby Sambom, aktifis HAM Papua Barat dari tahanan Kepolisian Daerah Papua.
Sebby Sambom di tangkap dengan alasan Makar atau subversi, sebuah alasan yang tidak berdasar menurut Deklarasi Universal HAM tanggal 10 Desember 1948 pasal 20 ayat 1 yang memberikan jaminan dalam hal menyampaikan kebebasan untuk berdemonstrasi, menyampaikan aspirasi dan juga kebebasan berorganisasi. Undang Undang Republik Indonesia Nomor : 9 / 1998 juga menjamin tentang kebebasan berekspresi. Namun kondisi nyata di Papua membuktikan bahwa kedua hukum ini tidak dijamin atau tidak berlaku di Papua Barat.
Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni hanya sebatas meyampaikan aspirasi politik murni dalam orasi-orasi mereka. Kata-kata yang mereka gunakan dalam orasi aspirasi politik pada tanggal 16 Oktober 2008 adalah : hak menentukan nasib sendiri bangsa Papua Barat (right to self determination). Atau dengan kata lain Indonesia harus memberikan kebebasan bagi rakyat Papua Barat untuk melaksanakan REFERENDUM.
Sebelumnya Bucthar Tabuni ditangkap dengan alasan bahwa dia menjadi pemimpin demonstrasi dalam rangka mendukung Peluncuran International Parliamentarians for West Papua tanggal 16 Oktober 2008 yang kami selenggarakan di Gedung Parlemen Inggris London pada tanggal 15 Oktober 2008. Saya perlu memberikan klarifikasi yang sebenarnya bahwa kegiatan peluncuran International Parliamentarians for West Papua di London adalah kegiatan resmi All Party Parliamentary Group on West Papua yang telah terbentuk didalam parlemen Inggris sejak 2 tahun lalu.
Penangkapan Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni dengan alasan MAKAR karena mendukung peluncuran International Parliamentarians for West Papua adalah tidak berdasar sama sekali dan tidak mengikuti prinsip-prinsip etika demokrasi .
Penanggung jawab peluncuran International Parliamentarians for West Papua adalah kami sendiri bersama-sama dengan seluruh anggota parlemen Inggris yang bergabung didalam All Party Parliamentary Group on West Papua yang berkedudukan di London dan bukan di Papua Barat. Sebby Sambom, Buchtar Tabuni dan seluruh rakyat Papua Barat yang berdemonstrasi dalam rangka mendukung International Parliamentarians for West Papua (IPWP) adalah bagian dari demokrasi dan apa yang mereka lakukan adalah hanya sebatas expresi diri masyarakat Papua Barat untuk mendukung Peluncuran IPWP di London.
Saya sangat menyayangkan sikap dan tindakan aparat Kepolisian Republik Indonesia yang telah memperlakukan Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni sebagai seorang kriminal yang dianggap MAKAR. Hal ini sangat melukai hati bangsa Papua Barat yang cinta damai.
Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni bukan pelaku MAKAR dan KRIMINAL. Mereka adalah pembela bangsa Papua Barat yang tertindas dan penegak demokrasi di Tanah Papua Barat.
Oleh karena itu maka saya minta agar Bapak membebaskan Sebby Sambom dan Buchtar Tabuni segera tanpa syarat.
Hormat Saya,
Benny Wenda
Pemimpin Papua Merdeka di Inggris
Tembusan Yth:
1.Bpk. Bambang Hendarso Danuri
KAPOLRI
Jl. Trunojoyo No. 3
Jakarta Selatan
INDONESIA
Tel: +62 21 721 8012
Fax: +62 21 720 7277
Email: polri@polri.go.id
2. Drs Paulus Waterpauw, Kepala Direskrim, Polda Papua
Jl. Samratulangi
No. 8 Jayapura
Tel: + 62 967 531834
3. Bpk. Hendarman Supandji
Jaksa Agung
Kejaksaan Agung RI
Jl. Sultan Hasanuddin No. 1
Jakarta Selatan
INDONESIA
Tel: + 62 21 7221337, 7397602
Fax: + 62 21 7250213
Email: postmaster@kejaksaan.or.id
4. Bpk. Abdul Hakim Garuda Nusantara
KETUA KOMNAS HAM (National Human Rights Commission)
Jl. Latuharhary No. 4B Menteng
Jakarta Pusat 10310
INDONESIA
Tel: +62 21 3925230
Fax: +62 21 3151042/3925227
E-mail: info@komnasham.or.id
5. Ms. Hina Jilani
Special Representative of the Secretary on the situation of human
rights defenders
Room 1-040, OHCHR-UNOG
1211 Geneva 10
Switzerland
Fax: +41 22 906 8670
E-mail: urgent-actions@ohchr.org
Mahasiswa Pendukung IPWP Tantang Dialog kepada POLDA Papua
JAYAPURA-Tiga simpatisan International Parlemen for West Papua (IPWP), Albert Wanimbo selaku Ketua Tim Delegasi Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua (AMPTP), Indonesia, Jefri Tabuni dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Apison Karoba selaku juru bicara Dewan Musyawarah Adat Koteka (DMAK), meminta (baca: tantang) aparat kepolisian bersedia melakukan dialog damai dan bermartabat guna menyelesaikan perbedaan pendapat yang terjadi selama ini.
Dikatakan, dari sejumlah aksi demo yang sering dilakukan selama ini, salah satu tujuannya adalah meminta agar dilakukan dialog dan difasilitasi oleh DPR Papua.
"Kami pikir dialog adalah satu cara terbaik guna meluruskan apa yang menjadi perbedaan selama ini agar tidak ada lagi mahasiswa atau kaum muda yang jadi korban," ungkapnya saat bertandang ke redaksi Cenderawasih Pos, Ahad (21/12).
Dari dialog itu dikatakan Albert akan diketahui duduk permasalahan dan siapa yang wajib bertanggung jawab dari aksi selama ini. Sebab menurutnya, sejumlah aksi yang dilakukan IPWP merupakan bentuk apresiasi terhadap peluncuran IPWP di Inggris oleh Benny Kogoya selaku pemimpin Papua Merdeka di Inggris dan Andrew Smith (Ketua IPWP) di Inggris.
Albert melihat penangkapan Buchtar Tabuni Cs adalah salah alamat dan menyalahi aturan undang-undang yang ada, karenanya dalam dialog yang akan diwakili oleh kuasa hukum IPWP tersebut satu poin yang akan disampaikan adalah tetap meminta pembebasan Buchtar Tabuni Cs.
"Menurut hemat kami, orasi tersebut hanya mengekspresikan kegiatan peluncuran tersebut dan sama sekali tidak mengandung unsur perlawanan terhadap negara. Seharusnya aparat melihat ke sana," papar Albert.
Lebih detail dijelaskan, yang dilakukan Buchtar Cs pada 17 Oktober saat itu hanyalah orasi damai yang diisi doa dan penyampaian pendapat, tanpa disertai perlawanan terhadap aparat maupun pelarangan pembentangan bintang kejora sebagaimana diatur pada undang-undang nomor 77 tahun 2007, juga aksi penghasutan massa.
"Polisi seharusnya menangkap Benny Wenda dan Andrew Smith, karena merekalah otak dari semua ini dan kami di Papua hanya merespon," tutur Albert yang diiyakan kedua rekannya. Pria bertubuh bongsor yang sering mengenakan topi ini juga menyampaikan bahwa guna mengetahui persisnya apa yang terjadi dilapangan, ia menegaskan aparat kepolisian juga harus proaktif menghadirkan saksi, termasuk Kapolsekta Abepura, AKP Dominggus Rumaropen yang saat itu ditunjuk sebagai pemegang komando.
"Satu hal lain yang menurut saya penting adalah permasalahan yang terjadi saat ini adalah menyangkut politik dan alangkah baiknya diselesaikan dengan cara politik juga bukan dengan tindakan hukum," pintanya. Albert juga memberikan klarifikasi soal pernyataannya saat melakukan jumpa pers pasca penangkapan Sebby Sambom di lapangan makam Theys Eluay 17 Desember lalu yang mengeluarkan beberapa ancaman seperti bakal melumpuhkan Kota Jayapura, melakukan intelejen kota bahkan mengganggu aktifitas natal dan proses pemilu 2009 jika Buchtar Tabuni Cs tidak dibebaskan dengan syarat."Saya akui komentar tersebut keluar saat kepanikan dan ketegangan setelah menyaksikan rekan kami dibawa begitu saja dan saya berterima kasih atas masukan untuk tetap menghargai natal sebagai perayaan umat nasrani,." katanya menarik ucapan sebelumnya.(ade)
17 Desember, 2008
SEBI SEMBUN DITANGKAP DENGAN DUGAAN MAKAR SAAT DEMO PELUNCURAN IPWP
Penangkapan Buktar Tabuni & Sebi sembun Cs Disesalkan
JAYAPURA- Ditangkapnya tiga pentolan aktivis yang kerap menyuarakan Papua Merdeka oleh Polda Papua dalam bulan Desember ini dan terakhir kemarin Rabu (17/12) kemarin, sangat disesalkan oleh Ketua Komisi F DPR Papua Ir Weynand Watori. Ia menilai penangkapan itu justru mencerminkan kurang dewasanya Polda dalam menangani masalah Papua. "Saya sangat menyesalkan sikap Polda Papua yang menangkap Buktar Cs itu, " tukasnya kepada Cenderawsih Pos kemarin.
Weynand mengatakan, penangkapan itu tidak semestinya dilakukan karena ketiga aktivis tersebut masing - masing Markus Haluk, Buktar Tabuni dan Seby Sambom yang ditangkap Rabu (17/12) kemarin hanya sebatas menyampaikan aspirasi bukan melakukan makar. " Nah sekarang persoalannya kalau ketiga aktivias ini dituduh makar, karena berbeda pendapat dengan pemerintah, lalu disatu sisi pemerintah juga melanggar hukum, apakah pemerintah juga di tuduh makar?," katanya.
Padahal ketiga aktivias itu sebenarnya mungkin hanya ingin berupaya menyampaikan hal - hal yang berkenaan dengan masalah HAM di Papua dan masih rendahnya kesejahteraan. "Kalau terus begini, lama - lama semua pemuda bahkan seluruh orang Papua yang berbeda pendapat bisa dituduh makar. Karena dalam hati mereka memang tidak setuju dengan berbagai kebijakan yang diambil pemerintah dalam menangani soal-soal di Papua," paparnya.
Ia mengatakan, sikap Polda Papua yang demikian itu tidak akan mampu menyelesaikan masalah, mengingat di era demokrasi sekarang ini pendekatan dengan cara main tangkap dengan tuduhan makar sudah tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bahkan bisa jadi orang akan berbalik tanya apa sebenarnya definisi makar itu.
"Jadi kalau kita membaca undang-undang dan definisi makar itu, saya pikir terkait posisi tuduhan makar, kalau kita mau jujur sebenarnya pemerintah yang paling banyak melakukan tindakan makar," ujarnya. Sebab menurut dia pemerintah kerap kali melakukan pelanggaran terhadap undang - undang.
Menurut Weynand, pendekatan yang sekarang dilakukan oleh Polda itu adalah pendekatan yang keliru dan tidak benar, sebab kalau pemerintah hendak mengambil hati orang Papua, maka yang harus dilakukan adalah meningkatkan pembangunan dan pembinan secara sungguh - sungguh kepada orang Papua baik tentang social politik, hukum dan sebagainya. "Bukan dengan cara seperti ini. Itu sama dengan membangun kebencian di hati rakyat Papua," imbuhnya.
Pertanyaannya, apakah dengan menangkap ketiga aktivias itu akan menyelesaikan persoalan. "Belum tentu," imbuhnya lagi. Sebaliknya hal itu justru akan memperpanjang deretan luka, sakit hati dan dendam.
Untuk itu, kata Weynand, Polda harusnya menggunakan cara yang lebih cerdas dalam menyelesaikan persoalan di Papua. "Jangan pakai cara tempo dulu yang sudah lewat, Polri sekarang harusnya melakukan cara - cara persuasif," ujarnya.
Apalagi kata Weynand menurut Undang Undang 21 tentang Otsus tahun 2001, salah satu pasalnya menyebutkan bahwa Polda Papua dibawah kontrol Pemda dan harus berkoordinasi dengan semua lembaga.
Di bulan Desember dan mendekat hari Natal ini, harusnya membuat sesuatu yang membawa bahagia bagi orang Papua. bukan mendatangkan kesedihan seperti itu. "Yang pasti saya menyesalkan tindakan Polda dengan main tangkap seperti ini," tandasnya.(ta)
15 Desember, 2008
14 Desember, 2008
13 Desember, 2008
SAMBUTAN: KETUA UMUM BADAN PELAYAN PUSAT PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA BAPTIS PAPUA DALAM RANGKA HUT KE-42 TANGGAL 14 DESEMBER 2008
Oleh : Dumma Socratez Sofyan Yoman
PESAN PERUBAHAN (REFORMASI ) DAN HARAPAN GEREJA DAN UMAT TUHAN DI TANAH PAPUA
Pada kesempatan dan momentum bersejarah, bernilai dan berharga ini, kita sebagai warga Baptis dan umat beriman kepada Tuhan patut mengucapkan syukur dan berterima kasih kepada Tuhan kita Yesus Kristus. Karena kita telah memasuki Yubileum 50 Tahun Emas yang baru saja kita lewati bersama, tepatnya tanggal 28 Oktober 2006 di Tiom. Kita memuji Tuhan Yesus Kristus, Kepala Gereja, atas pemeliharaan-Nya selama 50 tahun yang telah berlangsung dan kita lewati, sekaligus kita menatap 50 tahun yang berikut sampai tahun 2056 yang di depan kita sebagai anugerah Tuhan untuk bersaksi, bersekutu dan melayani dengan Moto : One Lord, One Faith, One Baptism (Satu Tuhan, Satu Iman, Satu Baptisan) dan Visi : Mandiri, Bebas, Tertip Dalam Teologi, Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi dan Keuangan. Dan Misi : Mewujudkan Amanat Agung Yesus Kristus (Matius 28:18-20) dalam dunia nyata untuk menjangkau umat Manusia, menegakkan nilai kebenaran, keadilan, perdamaian, Hak Asasi Manusia, hak ekonomi, sosial budaya, politik, pendidikan, kesehatan dan keuangan”.
Umat Baptis patut berterima kasih juga kepada Tuhan dan pelaku sejarah, pahlawan iman, tokoh rohani, yang telah pergi meninggalkan kita maupun yang sedang bersama-sama dengan kita. Tepatnya, di Yane’me, Magi, Kabupaten Jayawijaya, tanggal 14 Desember 1966 telah lahir Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua secara resmi yang dipimpin oleh putra asli Papua. Dihitung dari tanggal tersebut, sampai sekarang tanggal 14 Desember 2008 telah memasuki usia 42 tahun. Usia ini adalah tergolong usia yang amat dewasa.
Kami dari Badan Pelayan Pusat sebagai generasi penerus juga dengan rendah hati menyampaikan terima kasih kepada pendiri Gereja dan pahlawan-pahlawan iman, dan semua Pimpinan PGBP di Tanah Papua, sejak 14 Desember 1966 hingga 14 Desember 2008 ini, telah memainkan peran penting dalam membangun, memelihara, dan meletakkan dasar dan pijakan iman. Kami percaya bahwa dasar dan landasan iman yang diletakkan telah kokoh dan terus kokoh, dan kami akan membangun dan meneruskan Kerajaan Allah di Tanah Papua. Kita dan Anak-anak, cucu-cucu secara bersama-sama akan merayakan 50 tahun, Yubileum ke-I tahun 2016, tepatnya delapan tahun ke depan.
Melewati sejarah yang penuh ketegangan dan tantangan, namun juga penuh dengan harapan yang di dasarkan kepada Visi Kerajaan Allah yang harus dibangun di Tanah Papua, yang hingga sekarang ini Gereja Baptis terus memainkan peran penting untuk membangun, menjaga, melindungi dan menggembalakan umat Tuhan di Tanah Papua.
Saudara-saudara umat Baptis yang Tuhan Yesus kasihi dan saya hormati, diikutinya irama waktu dan sejarah, satu demi satu para pahlawan iman, para nabi dan perintis Pekabaran Injil di Tanah Papua ini, telah gugur di “kebun” atau ladang Tuhan dengan tenang. Patutlah kita memberikan apresiasi dan penghormatan khusus kepada Bapak Gartuan Permenas Kogoya sebagai Ketua Sinode dan Matius Wenda sebagai Sekretaris yang menjadi juru mudi pertama PGBP di Tanah Papua. Kita akui mereka sebagai pemimpin Gereja yang berjiwa pastoral, penuh kearifan dan berwibawa telah mengantar warga Baptis melintasi suatu masa transisi kepemimpinan dari para Missionaris dari Masyarakat Baptis Australia yang dikenal dengan nama badan misi “Australian Baptist Missionary Society” (ABMS) yang sekarang “Global InterAction” (GIA) kepada orang-orang pribumi Papua. Walaupun ada keterbatasan dan kekurangan dalam beberapa aspek pelayanan. Namun, itulah saat dan waktunya untuk pekabaran Injil harus berada di pundak anak-anak Tuhan yang telah disiapkan sesuai rencana dan Kehendak Tuhan. Perlu disadari dan dimengerti oleh kita semua bahwa setiap peristiwa tidak pernah terjadi diluar kendali,kehendak, rencana dan pengawasan Tuhan.
Sekarang ini kami dapat memperkirakan bahwa tantangan yang akan umat Baptis hadapi dalam lima dekade yang berikut sampai PGBP berusia 100 tahun atau satu abad sebagai tahun-tahun yang lebih dinamis dan lebih berat, tantangan dan harapan. Sebagai akibatnya, mau dan tidak mau, suka dan tidak suka, semua perubahan itu akan menerobos masuk dalam sendi-sendi kehidupan dan pelayanan umat Baptis dan rakyat Papua.
Oleh karena itu, saya hendak mengajak seluruh warga Baptis, kita sama-sama dalam moto “Satu Tuhan, Satu Iman, Satu Baptisan” artinya umat Baptis harus bersatu sebagai tubuh Kristus dan kita dapat mempersiapkan diri menghadapi tantangan, peluang dan harapan yang akan kita hadapi ke depan. Berdasarkan pengalaman selama 52 tahun sejak Injil masuk dan secara organisasi 42 tahun PGBP masa lalu, dengan pasti kita mereflesikan, merenungkan dan merumuskan dengan pijakan dan pedoman yang jelas dan jitu yaitu dewasa dalam iman (teologi), mandiri dalam daya dan dana. Sesuai dengan tema HUT PGBP ke-42: “PERAN GEREJA DALAM PERUBAHAN, TANTANGAN DAN HARAPAN” dan sub tema: “Bersatu, Mandiri, Bebas, Tertip Dalam Teologi, Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi dan Keuangan” (Efesus 4:5)
Kehadiran gereja Baptis di Tanah Papua dalam misi Pekabaran Injil, 52 tahun yang lalu, sejak tanggal 28 Oktober 1956 di Tiom, tidak terlepas dari tantangan demi tantangan, gelombang demi gelombang, badai demi badai, dan kemelut politik serta kompleksitas permasalahannya. Misalnya, Sejarah diintegrasikannya (digabungkannya) Papua ke dalam Indonesia adalah suatu sejarah berdarah. Pelanggaran HAM yang diwarnai oleh pembunuhan kilat, penculikan, penghilangan, perkosaan, pembantaian, dan kecurigaan dengan stigma-stigma atau label-label yang melecehkan martabat dan kehormatan umat Tuhan seperti separatis, pembuat makar dan anggota OPM. Bahwa umat Tuhan (rakyat Papua) yang telah, sedang dan terus mengalami suatu ketidakadilan sejarah, ketidakadilan hukum dan karenanya merupakan ketidakadilan kemanusiaan. Secara hukum, diintegrasikannya Papua ke dalam Indonesia bermasalah. Karena itu, Gereja harus memperbaiki kesalahan sejarah itu dengan terang Firman Tuhan, Injil Yesus Kristus sebagai kekuatan Allah. Karena, Gereja adalah benteng terakhir untuk mempertahankan menjaga, melindungi dan menggembalakan integritas (keutuhan) dan kehormatan hidup umat manusia.
Bagi gereja Baptis dan rakyat Papua, kehadirannya dalam konteks NKRI, diwarnai oleh konflik dan masalah. Papua oleh banyak pengamat bahkan orang Papua disebut sebagai provinsi bermasalah, mungkin karena awal kehadirannya “illegal”, sehingga semua kebijakan selanjutnya penuh dengan masalah dan sebagaimana illegal, atau bertentangan dengan hukum dan keadilan. Fenomena historis itu, memperlihatkan adanya suatu gerakan perlawanan umat Tuhan terhadap ketidakadilan sejarah, ketidakadilan hukum dan pelanggaran HAM yang berat. Umat Tuhan di Papua Barat menggugat Act of Free Choice (PEPERA 1969) menjadi akar dari semua persoalan Papua. Kekerasan demi kekerasan meningkat dan menyebabkan umat Tuhan terpenjara dalam budaya takut, budaya bisu dan budaya diam dan tak berdaya.
Menghadapi kenyataan hidup umat Tuhan ini, Gereja Baptis di Tanah Papua Barat ini sebenarnya berada diposisi siapa? membela siapa? menjaga siapa ? dan menggembalakan siapa? Apakah Gereja dalam posisinya menjaga dan bekerja sama dengan yang menindas atau berpihak yang tertindas? Lebih khusus Gereja Baptis menggembalakan siapa? Gembala ada di posisi siapa? Apakah gembala ada pada orang punya uang atau orang yang miskin, tertindas dan teraniaya? Atau lebih parah lagi kalau pendeta-pendeta dan gembala-gembala Baptis menjadi moncong atau corongnya kaum penguasa dan penindas.
Saudara-saudara umat Baptis yang terhormat, kita semua mau dan tidak mau, suka dan tidak suka, percaya atau tidak percaya, kita sedang berada dalam ancaman serius era globalisasi, modernisasi dan dampak pembangunan yang tidak berpihak pada umat Tuhan. Karena, globalisasi adalah suatu proses perkembangan dan kemajuan dunia yang telah menjadi satu dalam semua persoalan baru yang semakin dekat bahkan menjadi kecil dari sudut jarak dan ruang. Peristiwa yang terjadi di belahan bumi Barat dapat diketahui dalam perhitungan menit, jam dapat diketahui di belahan bumi Timur Jadi, warga Baptis berada, hidup dan berkarya serta bergumul dalam suatu masyarakat dengan berbagai perubahan, perkembangan, kemajuan dan juga tantangan, dan ancaman bahkan peluang strategis yang disebabkan oleh perkembangan sains dan teknologi yang menglobalisasi. Masalahnya ialah apakah umat Baptis mampu untuk membuat keputusan etis, untuk menolak aspek-aspek yang cenderung merusak eksistensi warga gereja dan seluruh umat Tuhan? Apakah warga Baptis mampu menjawab tantangan itu? Apakah warga Baptis meraih dan mengisi peluang dan kesempatan yang tersedia? Ataukah warga Baptis terseret dalam pengarus arus global itu?
Kita semua berada dalam lajunya pembangunan yang benar-benar eksploitatif dan diskriminatif. Atas nama pemerataan pembangunan nasional, tanah rakyat dirampas, gunung rakyat dihancurkan, hutan-hutan rakyat diporak-porandakan, air rakyat dicemarkan, rakyat disingkirkan dari tanah asal mereka. Atas nama pembangunan, umat Tuhan diperlakukan sangat tidak manusiawi. Pembangunan untuk siapa dan kemajuan untuk siapa? Justru terjadi adalah penduduk asli sebagai pemilik negeri dan tanah ini ditekan dengan berbagai aturan dan bahkan berada dalam ancaman serius pemusnahan di atas tanah dan negeri mereka. Secara ekonomi benar-benar tersingkir, pendidikan ambur-adul, kesehatan hancur-hancuran. Sekolah-sekolah Kristen ditutup dan Rumah-rumah sakit milik gereja ditutup. Ini adalah keadaan nyata yang merupakan pembunuhan dan penghancuran struktural dan sistematis di Papua ini.
Dalam iklim perubahan ini, gereja Baptis harus ingat dan jangan biarkan, bahwa perdamaian akan sulit terwujud dalam iklim dimana tidak terbangun hubungan yang setara antara rakyat dan pihak penguasa. Gereja harus membangun paradigma baru di atas visi dasar Kerajaan Allah, yang di dalamnya terdapat prinsip-prinsip keadilan, kebebasan, kebenaran, persekutuan, dan perdamaian sebagai norma-norma yang abadi dan universal. Untuk perubahan dan transformasi serta perlindungan yang mendasar menyangkut eksistensi manusia, gereja-lah yang lebih memadai dan lebih tepat, karena gereja memiliki kebenaran mutlak dan kebenaran hakiki.
Papua Tanah Damai membutuhkan suatu komitmen bersama untuk menyelamatkan umat Tuhan dan tanah Papua, dari berbagai pelanggaran, eksploitasi Hukum, HAM, dan lingkungannya. Gereja Baptis di Papua dipanggil untuk memelopori suatu model pembangunan dan reformatif dan transformatif berdasarkan prinsip-prinsip Firman Allah dan Injil Yesus Kristus. Papua Baru sebagai Tanah Damai tidak akan terwujud, jika paradigma baru tadi diabaikan dan umat Tuhan serta penguasa tertutup dari perubahan, dan terus-menerus membangun umat Tuhan berdasarkan kepentingan ekonomi, politik dan keamanan, bahkan pribadi, suku dan golongan. Saya percaya bahwa dalam urusan politik, tidak ada satu pun dogma yang abadi. Karena yang abadi adalah kebenaran Firman Tuhan, Injil Yesus Kristus adalah kekuatan Allah.
Maka peran gereja menjadi strategis dalam rangka mengawal panji-panji kemerdekaan, kebebasan, persatuan, keadilan dan perdamaian. Bahwa semua permasalahan itu harus dinilai secara kritis dan diletakkan di bawah kritik Firman Allah dan Injil Kristus. Bahwa gereja Baptis dipanggil untuk memperjuangkan lahirnya Papua Baru yang adil, damai, bebas dari pelanggaran HAM, ditegakkannya keadilan dan terciptanya Papua sebagai Tanah Damai, bebas dari ketidakadilan ekonomi, penghargaan atas kemanusiaan, dan bebas dari sikap dan tindak eksploitatif dan diskriminatif.
Gereja Baptis juga harus tampil memperjuangkan dengan suara kenabiaannya untuk memperjuangkan hak-hak asasi manusia yang bebas dari kecurigaan, bebas dari rasa takut, bebas dari permusuhan, bebas dari kemiskinan dan ketidakadilan, bebas dari pelanggaran HAM, bebas dari pengrusakan alam dan hutan untuk illegal logging, bebas dari korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan dan juga bebas dari penyakit HIV/AIDS.
Gereja sebagai benteng terakhir dan “agen” Kerajaan Allah di dunia ini, tidak bisa menghindar atau lari dari masalah sosial, ekonomi, budaya, bahasa, agama, politik dan pelanggaran HAM. Gereja harus tampil menjadi terang dan garam. “Kamu adalah garam dunia …kamu adalah terang dunia…”( Matius 5:13-14). Tugas advokasi persoalan hukum dan keadilan serta HAM di Papua, dibutuhkan peran profetis agar gereja tetap setia dan konsisten dalam memperjuangkan keadilan, kebenaran, dan hak asasi manusia, dalam rangka pembebasan dan perdamaian bagi umat Tuhan di seluruh Tanah Papua. Dekade Pembebasan, sebagai komitmen dan janji dimana seluruh tugas dan misi Gereja di bidang kesaksian menjadi kesaksian yang membebaskan; bidang pelayanan, menjadi pelayanan yang membebaskan; dan bidang koinonia atau persekutuan, menjadi Koinonia yang membebaskan.
Saudara-saudara umat Baptis yang mulia, umat Baptis harus tampil dengan tegas, jujur, adil dan kritis serta bertanggungjawab bahwa Papua Barat tetap dipromosikan, dikampanyekan, dikomunikasikan dan dipertahankan sebagai “TANAH DAMAI” dalam aras lokal, nasional dan internasional. Ini komitmen semua komponen yang hidup di Papua bahwa Papua Tanah Damai. Siapa pun orangnya, dari mana asalnya, kedudukan apapun harus tunduk pada komitmen bahwa Papua sebagai Tanah Damai. Karena, Papua sebagai Tanah Damai telah dideklarasikan oleh semua agama dan golongan yang hidup dan berada serta berkarya di Tanah Papua. “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9).
Umat Baptis sepakat bahwa nilai-nilai kebenaran Injil Yesus Kristus sebagai kekuatan Allah mutlak menjadi hakim, keadilan harus menjadi panglima, nilai-nilai adat yang positif harus menjadi pilar dan tongkat. Keadilan harus diperjuangkan demi terciptanya pedamaian abadi, karena perdamaian abadi tidak dapat terwujud tanpa keadilan. Dalam semangat (spirit) ini, umat Baptis harus mengambil kendali kehidupan dan mulai membangun dirinya berdasarkan Terang Injil Yesus Kristus sebagai otoriatas dan Firman Allah, Undang-Undang Allah, untuk menatap masa depan yang lebih adil, damai, bebas, dan bermartabat serta manusiawi dalam semangat dan visi mandiri secara iman (teologi), mandiri dalam daya (SDM) dan dana (finanancial).
Dalam misi memperjuangkan keadilan, perdamaian, kebebasan, hak asasi manusia, martabat dan kehormatan manusia, Gereja Baptis tidak berteori, tidak hanya bermeditasi (berdoa) saja. Tetapi, gereja Baptis Papua telah, sedang dan terus melangkah untuk memberitakan Kabar Baik dan perlindungan umat Tuhan dan tampil sebagai agen reformasi. Sikap dan langkah ini tidaklah heran, karena umat Baptis berpendirian teguh pada prinsip bendera SALIB YESUS KRISTUS dan otoritas ALKITAB, FIRMAN ALLAH, yang menghargai dan mengakui kebebasan dan kedaulatan setiap anggota Jemaat.
Karena itu, warga Baptis Papua harus menjawab pertanyaan ini, terutama hamba-hamba Tuhan atau orang-orang berlatar belakang pendidikan teologia. Apakah pelayanan misi kemanusiaan, demokrasi, keadilan, kebebasan, perdamaian, hak asasi manusia sebagai penerapan nilai-nilai Injil Yesus Kristus ini disebut urusan politik? Apakah Gereja setuju dan mendukung penangkapan, penculikan, pembunuhan, penyiksaan terhadap umat Tuhan seperti Arnold C. Ap, Dr. Thomas Wanggai, Theys Hiyo Eluay, Yustinus Murip, Pendeta Elisa Tabuni dan ribuan umat TUHAN di Tanah Papua dengan alasan anggota OPM, separatis dan pembuat makar atau melawan Pemerintah? Apakah gereja Baptis setuju dan hanya tinggal diam sementara umat Tuhan dipenjarakan oleh penguasa? Apakah Gereja Baptis mau menari-nari dan berdansa-dansa di atas penderitaan, cucuran darah dan tetesan air mata umat Tuhan? Apakah Gereja Baptis harus berdiam diri ketika Buktar Tabuni ditangkap dan dipenjarakan? Kalau Gereja diam, membisu dan takut, sementara umat Tuhan dibantai, itu bukan gereja lagi, tetapi kelompok pendukung penindas. Karena tugas dan kewajiban gereja adalah untuk menjaga, menggembalakan dan melindungi domba-domba Allah.
Kalau gereja Baptis dan Pendeta-pendeta, gembala-gembala Baptis mengatakan bahwa perjuangan misi kemanusiaan, keadilan, kebebasan, demokrasi, perdamaian, hak asasi manusia, dikatakan dan diartikan sebagai perjuangan politik, maka perlu dipertanyakan pemahamanan kita tentang hakekat Injil Yesus Kristus. Apakah kematian Yesus Kristus di kayu salib untuk pembebasan manusia dari belenggu dosa saja? Ataukah nilai kematian dan kebangkitan Yesus Kristus untuk menindas umat Tuhan? Kalau umat Baptis, gembala-gembala Baptis, pendeta-pendeta Baptis setuju dengan penindasan dan pembunuhan, maka patut dipertanyaan Injil apa yang disampaikan disetiap mimbar gereja Baptis?
Amanat Agung Yesus Kristus sangat tegas: “Pergilah, jadikan segala bangsa murid-Ku, baptislah mereka dan ajarlah mereka untuk melakukan apa yang Aku ajarkan kepadamu” (matius 28:18-19). Mandat selanjutnya ialah “Gembalakanlah domba-domba-Ku, gembalakanlah domba-domba-Ku, gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yohanes 21:15-19). Umat Baptis, terutama pendeta-pendeta dan gembala-gembala Baptis harus menyelidiki Firman Tuhan dari Perjanjian Lama, Kejadian sampai Maleakhi dan Perjanjian Baru, Matius sampai Wahyu, bahwa apakah ada mandat dan Amanat Tuhan Yesus Kristus untuk menangkap, menculik, membunuh, menyiksa, memenjarakan umat Tuhan dengan stigma anggota OPM, separatis dan Makar bumi ini?
Tuhan Yesus Kristus memberikan mandat bahwa, “pergi, jadikanlah segala bangsa murid-Ku, baptislah mereka, ajarlah mereka, gembalakanlah mereka”. Tuhan Yesus Kristus tidak memberikan mandat: tangkaplah mereka, culiklah mereka, siksalah mereka, penjarakanlah mereka, bunuhlah mereka, perkosalah mereka”. Kalau demikian, mengapa beberapa pendeta dan gembala Baptis sering menilai dan mengatakan bahwa perjuangan hak asasi umat Tuhan, martabat dan kehormatan umat Tuhan, keadilan, kebebasan dan perdamaian, demokrasi serta kesamaan derajat, dikategorikan perjuangan-perjuangan politik?
Karena itu pandangan teologia kita seperti ini ada masalah, maka perlu re-teologia atau revitalitasi teologia supaya kita semua harus mengerti prinsip dasar Firman Tuhan secara utuh dan memberikan pengajaran dan pendidikan tepat, benar, terukur, konsisten dan konsekwen.
Janganlah kita menjadi para pendeta dan gembala-gembala upahan seperti yang diingatkan Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya. “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan….” seorang upahan yang bukan gembala, dan bukan yang pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu” (Yohanes 10:12-13). Yesus Kristus dengan tegas mengatakan kepada kita semua, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku…” (Yohanes 10:10-11,12).
Saudara-saudara umat Baptis dan para undangan yang mulia dan terhormat, dalam melaksanakan mandat dan kepercayaan umat Tuhan, kami terus mengalami tekanan demi tekanan dan tantangan demi tantangan, penghinaan, caci-maki, ketika kami berbicara tentang hak-hak hidup umat Tuhan, berbicara keadilan dan perdamaian, kebebasan serta demokrasi.
Dalam memperjuangkan keadilan, perdamaian, demokrasi dan hak-hak asasi manusia, terus diancam, diintimidasi dan diteror secara terbuka. Salah satu contoh nyata ialah pada tanggal 16 Mei 2006, Mobil Persekutuan gereja-gereja Baptis Papua dihancurkan oleh BRIMOB di Abepura Jayapura. Mobil ini dihancurkan dengan asalan bahwa dalam mobil itu ditemukan bom Molotov dan air mineral untuk mendukung para masyarakat dan mahasiswa Papua yang mengadakan demonstrasi. Saya diminta dan dipaksa oleh pihak POLDA Papua untuk diberikan kesaksian. Tetapi, saya menolaknya dengan alasan, saya tidak harus menjadi saksi atas mobil saya yang dihancurkan orang-orang yang tidak bertanggungjawab itu.
Saudara-saudara warga Baptis yang terkasih, kepentingan umat Tuhan mutlak menjadi perhatian yang utama, terutama dan terpenting. Karena, manusia adalah umat ciptaan Tuhan, “Berfirman Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Kejadian 1:26). Yesus Kristus rela mati di kayu salib juga karena kepentingan manusia. Amanat Agung Yesus Kristus untuk Pekabaran Injil di seluruh dunia juga karena kepentingan umat manusia. Mahatma Gandhi di India berbicara untuk kepentingan manusia. Marthen Luther King Jr, di Amerika Serikat berbicara untuk kepentingan manusia. Nelson Mandela di Afrika Selatan berbicara untuk kepentingan manusia. Uskup Desmon Tutu di Afrika Selatan berbicara untuk kepentingan manusia. Uskup Belo di Timor Timur (Timor Leste) berbicara untuk kepentingan manusia. Dumma Socratez Sofyan Yoman bersuara di Tanah Papua juga untuk kepentingan umat manusia.
Gereja Baptis hadir di Tanah Papua dalam kehidupan umat yang diperhadapkan dengan berbagai masalah gereja, sosial, kesehatan, ekonomi, budaya, agama, politik, hukum, HAM dan lingkungan hidup. Dalam situasi dan kondisi yang kompleks dengan masalah hidup ini, suara dan pesan kenabiaan dari Gereja sangat dibutuhkan. Gereja tetap setia dan konsisten dalam menyuarakan dan memperjuangkan keadilan, kebenaran, hak-hak asasi manusia, dalam rangka pembebasan dan perdamaian bagi seluruh umat Tuhan di Tanah Papua dalam semangat (spirit) Papua Tanah Damai. Kebenaran, keadilan, kedamaian yang membebaskan dan memerdekaan itu harus menjadi milik semua umat Tuhan, siapapun orangnya, dari mana asalnya, suku apa saja.
Badan Pelayan Pusat juga menyadari bahwa Gereja Baptis Papua mulai terjadi pengaburan sejarah pelayanan para pahlawan iman, maka Badan Pelayan Pusat (BPP) berinisiatif mengumpulkan para pelaku sejarah sebanyak 665 orang di Magi pada tanggal 20-25 Nopember 2006. Sejarah itu dihimpun dengan baik oleh pelaku-pelaku sejarah sendiri. Ada yang menilai dan mengatakan bahwa “membuat sejarah gereja bukan di sudut-sudut atau pinggir-pinggir kampung”. Tetapi, saya menegaskan dalam kesempatan ini bahwa memang Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua lahir dipinggir-pinggir kampung, yaitu di Tiom pada tanggal 28 Oktober 1956 dan secara organisasi lahir di Magi pada tanggal 14 Desember 1966. Itu fakta sejarah yang sulit kita ingkari dan hilangkan. Yesus Kristus adalah Sang Raja, Sang Penebus, Gembala Agung, Raja Ajaib, Guru Agung, Raja Damai, Allah Perkasa, juga lahir dalam kampung yang kecil bernama Betlehem, di kandang yang hina. Jadi, Gereja Baptis juga lahir di kampung kecil, terpencil di Tiom dan Magi. Tiom, Magi dan Wamena adalah daerah terpencil. Tetapi, mereka adalah jantung dan paru-parunya Tanah Papua, dulu Tanah Surga tetapi sekarang menjadi tanah konflik.
Perlu diketahui bahwa telah memilih tempat penulisan sejarah, tempat terpencil di Magi dengan pertimbangan masalah biaya, karena jumlah peserta adalah 665 pelaku sejarah. Magi adalah tempat bersejarah, tempatnya lebih sentral dengan mudah dijangkaui oleh pelaku sejarah dengan berjalan kaki. Selanjutnya, perlu diingat oleh kita semua sebagai hamba-hamba Tuhan dan umat Baptis bahwa yang terpenting ialah misi dan tujuan penulisan sejarah dapat diwujudkan dengan hati yang tulus, jujur dan komitmen yang terfokus untuk kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus. Kami berterima kasih kepada orang-orang Baptis yang amat peduli dengan penulisan sejarah gereja Baptis ini.
Jadi, Saudara-saudara seiman sebagai warga Baptis, setelah berhasilnya ditulis sejarah pelayanan dan pekerjaan Gereja Baptis di Tanah Papua, bahwa kita mengetahui bagaimana gereja Baptis bertumbuh dan berkembang. Anak-anak dan cucu kita ke depan akan melihat dan menyaksikan sejarah mereka sebagai anak Baptis. Sejarah sebagai pagar sudah dibangun supaya sejarah ini menjadi saksi dan menjaga identitas dan status Gereja Baptis ke depan. Karena sejarah sudah ditulis, dengan demikian, tidak ada orang yang akan memanipulasi sejarah umat Baptis dan karya umat Baptis di Tanah ini.
Saudara-saudara warga Baptis yang saya kasihi, perlu kita sadari bersama, renungkan baik-baik pengalaman kita sejak tahun 1 Mei 1963 sampai tahun 2008 sekarang ini. Umat Tuhan di Tanah Papua ditempatkan sebagai musuh (rival) dari penguasa Negara ini dengan stigma lama seperti anggota OPM, separatis dan pembuat makar. Maka konsekwensi logisnya ialah umat Tuhan yang dituduh itu ditangkap, dipenjarakan, disiksa, diculik, ditembak, diperkosa. Martabat dan kehormatan umat Tuhan terus terusik dan terinjak-injak dengan tindakan arogansi dan kesewenang-wenangan penguasa. Pengalaman pahit, darah dan air mata umat Tuhan terus bercucuran di depan mata pemimpin-pemimpin gereja, pendeta-pendeta sebagai gembala umat Tuhan ini. Ini kondisi nyata yang sulit dibantah. Karena itu, gereja sebagai “agen” Tuhan di muka bumi ini harus melangkah dan bertindak dalam doa dan aksi nyata. Tinggalkan sikap berdansa-dansa di atas penderitaan umat Tuhan di Tanah ini.
Untuk menghentikan kekerasan, penindasan, eksploitasi dan diskriminasi terhadap umat Tuhan, domba-domba Allah, gereja harus bertindak dan melangkah dengan mempromosikan Papua sebagai “Tanah Damai” dan memperjuangkan keadilan, perdamaian dan demokrasi di berbagai tingkatan dan level bahkan dalam berbagai kesempatan dan forum baik dalam lingkup lokal, regional, nasional dan internasional. Terbuka dan jujur saja, untuk memperjuangkan keadilan, perdamaian, kebebasan, demokrasi dan hak asasi manusia membutuhkan tenaga, waktu, pikiran, konsentrasi, fokus, komitmen, ketulusan hati.
Anggota Baptis sebagai orang-orang kudus yang saya hargai, Yesus Kristus merelakan diri dan korban di kayu salib adalah harga yang SANGAT MAHAL yang dibayar Yesus Kristus hanya untuk misi mulia dan suci yaitu tegaknya keadilan, tercipatnya perdamaian abadi, kebebasan, kedaulatan dan kemerdekaan umat manusia dari belenggu dosa, dan mengangkat martabat dan hak asasi manusia. Tidak ada orang yang diberikan hak dan mandat untuk menindas, membelenggu dan mengakhiri hidup sesama manusia dengan alasan apapun. Saudara-saudara, percaya atau tidak, akui atau tidak, dalam kurun waktu, tahun 2002 – 2008, Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua telah membuktikan jati dirinya sebagai Gereja Tuhan yang benar-benar bepihak kepada umat Tuhan yang terindas di Tanah Papua tanpa memandang denominasi gereja atau tanpa memandang suku. Dalam sambutan-sambutan resmi dan juga pertemuan-pertemuan formal, di berbagai media cetak dan elektronik, saya atas nama warga Baptis selalu menegaskan bahwa. “di Tanah Papua Barat tidak ada anggota OPM, Separatis dan Makar, tetapi yang ada adalah umat Tuhan yang ditempatkan Tuhan di tanah ini”.
Dalam semangat memperjuangkan keadilan, perdamaian, keselamatan, kebebasan, demokrasi, dan hak-hak asasi manusia, gereja Baptis tidak bersifat frontal atau bersifat melawan, tetapi sampaikan suara kenabiaan dengan cara-cara rohani, benar, adil, simpatik, terhormat, kritis dan bertanggungjawab. Kalau salah, gereja Baptis mutlak katakan salah dan kalau benar, gereja Baptis juga harus katakan benar dengan otoritas dan kuat kuasa Tuhan. Gereja tidak bisa dijadikan bagian dari alat penindas dan Gereja Baptis juga tidak boleh dijadikan obyek politik kepentingan sesaat (kesementaraan).
Warga Baptis yang saya hormati, kekurangan dan kelemahan yang kita lihat selama 42 tahun sejak tahu 1966 -2008 ini, kita refleksikan bersama, renungkan bersama dan memperbaiki bersama untuk pelayanan gereja Tuhan ke depan lebih efektif, efisien, terhormat, bermartabat dan gereja yang memuliakan Tuhan dan gereja yang benar-benar melaksananakan Amanat Agung Yesus Kristus. Apabila kita melihat ada nilai-nilai positif selama kurun waktu 42 tahun itu, mari kita tingkatkan lebih baik lagi demi kepentingan pelayanan dan perluasan Kerajaan Allah di bumi ini.
Umat Tuhan yang saya hormati, Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua telah mengakhiri 42 Tahun Gereja Baptis di Tanah Papua. Sejarah telah terukir secara kokoh dan kuat. Keberhasilan dan kegagalan telah menjadi realita sejarah Gereja yang tetap tertulis yang akan dibaca dan dilihat dan menjadi jati diri dan identitas anak dan cucu kita ke depan. Ke depan anak-anak dan cucu-cucu kita tidak akan menjadi penonton di negeri dan Tanah ini, Tanah Papua Barat. Tetapi, mereka akan menjadi orang-orang beriman, bermoral, berwatak, berilmu, profesional dan memiliki integritas dan kemampuan unggul yang turut menentukan masa depan gereja, umat Tuhan dan masyarakat. Karena itu, keberhasilan 42 tahun silam dijadikan barometer yang turut menentukan masa depan gereja Baptis dan umat Tuhan. Sedangkan, kegagalan yang kita alami di masa lalu, kita bersama-sama dapat memperbaiki dengan hati yang tulus dan jujur sebagai anak-anak Tuhan, sebagai hamba-hamba Tuhan, sebagai gembala-gembala dan sebagai pendeta-pendeta. Supaya kesalahan dan kegagalan itu tidak terulang lagi kembali.
Warga Baptis yang Tuhan Yesus kasihi, Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua sudah memasuki dan sedang berada dalam era perkembangan dan perubahan global yang penuh dengan tantangan dan juga peluang-peluang dan harapan. Perubahan dan tantangan itu tentu saja berdampak baik dan buruk yang turut mempengaruhi pelayanan dan pekerjaan Tuhan. Contoh: Hamba Tuhan bisa tinggalkan tugas sebagai gembala dan pergi ke ladang lain. Akibatnya, jemaat sebagai domba-domba Allah menjadi terlantar, tanpa gembala. Karena, tugas gembala dilihat sebagai tempat yang kering dan gersang yang tidak membawa keuntungan-keuntungan secara ekonomis. Karena itu, sebagai umat Baptis dan bagian dari masyarakat yang terus berubah dan berkembang dan sedang menikmati kemajuan dan meraih peluang-peluang itu, kita jangan tertinggal. Mulai dari 42 tahun Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua ini,marilah kita tegakkan Moto Umat Baptis, “Satu Tuhan, Satu Iman, Satu Baptisan” One Lord, One Faith, One Baptist(Efesus 4:5 ) dalam kata, langkah dan tindakan untuk memajukan Gereja Tuhan di Tanah Papua.
Penyatuan dalam kata, langkah dan tindakan itu dengan tujuan, Gereja Baptis harus mandiri dalam teologi (iman), mandiri dalam daya (sumber daya manusia) dan mandiri dalam dana (keuangan/financial). Kita harus perkuat dan pertajam enam kebijakan pokok, PENGINJILAN, PENDIDIKAN, KESEHATAN, EKONOMI, PERJUANGAN KEADILAN DAN PERDAMAIAN, SERTA HAK ASASI MANUSIA. Semua program ini akan terdukung kalau ekonomi umat Baptis baik dan stabil. Maka pada gilirannya hamba-hamba Tuhan dan pendeta-pendeta tidak beralih tugas, fungsi dan panggilan. Karena, jemaat mampu dan sanggup membiayai biaya hidup gembala sidang setempat. Ada filosofi hidup orang ekonom ialah siapa yang menguasai ekonomi dunia dia-lah yang mampu dan sanggup mengendalikan perubahan dunia ini. Siapa yang menguasai ilmu pengetahuan dengan baik, maka dia-lah yang mampu mengendalikan perubahan dan perkembangan dunia ini.
Saudara-saudara warga Baptis yang Tuhan Yesus kasihi dan saya hormati, kebebasan berpikir, bertindak, dan kebebasan menyatakan pendapat setiap pribadi umat Baptis harus kita junjung tinggi, kita kawal dan kita mengelola dengan simpatik dan bermartabat sebagai bagian dari proses pengembangan kebebasan berdemokrasi umat Baptis. Tidak ada paksaan dan tidak ada tekanan dari pemimpin atau orang-orang tertentu. Berikan kesempatan setiap orang menyatakan pendapatnya sesuai dengan bisikan roh Tuhan dan hati nurani yang murni dan suci. Tidak boleh kita melukai dan mencederai hati nurani, pikiran dan pendapat setiap anggota umat Baptis. Karena, setiap anggota umat Baptis mempunyai hak, mempunyai kedaulatan dan kemerdekaan yang tidak boleh diganggu oleh pihak lain.
Saudara-saudara warga Baptis yang mulia, umat Baptis di Tanah Papua, harus tampil sebagai agen perubahan, agen reformasi, agen demokrasi, agen keadilan dan agen perdamaian dan Gereja Misioner. Gereja Baptis Papua harus memainkan peran penting dalam mendukung reformasi birokrasi dalam bidang kehidupan dan mendukung serta mengawal demokrasi di Indonesia. Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua jangan menjadi bagian dari yang melukai dan mencederai perjuangan reformasi dan nilai demokrasi. Dalam semangat dan spirit ini, umat Baptis dalam keterlibatannya menentukan hak hidup, tidak ada yang menghalangi dan tidak ada yang mempengaruhi. Hak kebebasan berpendapat dan berpikir, bertindak sebagai proses demokrasi harus dikawal merupakan kekuatan bagi umat Baptis. Gereja Baptis harus menjadi barometer proses reformasi di Papua.
Umat Baptis bagian dari rakyat yang terus terlibat dalam pesta demokrasi pemilihan anggota DRPD, DPRP, MRP, Gubernur dan Bupati, saya menghimbau seluruh umat Baptis, suara umat Baptis jangan dibeli dengan uang. Jangan digadaikan dengan janji-janji palsu dan omong kosong. Tetapi, kebebasan, demokrasi, keadilan, kejujuran, kebenaran, harus menjadi pilar penting dalam menentukan pilihan sebagai ungkapan hati nurani berdasarkan bisikan roh ilahi yang hidup dalam setiap kehidupan umat manusia untuk memilih pemimpin dan wakil mereka.
Sebelum mengakhiri sambutan ini, perlu disampaikan bahwa Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua adalah anggota resmi Aliasi Baptis Se-Dunia (Baptist World Alliance) yang bermarkas di Virginia, Amerika Serikat, yang berpendirian teguh pada landasan Alkitab sebagai otoritas tertinggi dan perjuangan keadilan, kebebasan dan hak-hak asasi manusia. Maka Gereja Baptis Papua dalam menghadapi tuntutan penyelesaian permasalahan yang dihadapi umat Tuhan di Papua, Gereja Baptis Papua tetap bersama-sama para pimpinan Agama dan pimpinan Gereja dan bersama rakyat Papua bahwa betapapun sulit dan sensitifnya masalah Papua, harus diselesaikan dengan pendekatan dialog yang jujur dan adil tanpa syarat antara Rakyat Papua dan Pemerintah Indonesia yang dimediasi oleh pihak ketiga yang lebih netral. Sebagai wujud dan semangat kebersamaan itu, Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua juga berada pada posisi pernyataan-pernyataan di bawah ini.
- Pada tanggal 3 Mei 2007, Gereja-gereja di Tanah Papua menyatakan Pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua menjadi masalah baru dan mengalami kegagalan maka solusinya ialah “Dialog yang jujur dan damai seperti penyelesaian kasus Aceh. Dialog tersebut dimediasi oleh pihak ketiga yang netral dan yang diminta dan disetujui oleh orang asli Papua dan Pemerintah Indonesia”.
- Pada tanggal, 3-7 Desember 2007, seluruh Pimpinan Agama dan Gereja dalam Loka Karya Papua Tanah Damai mendesak Pemerintah Indonesia, “ Segera menyelesaikan perbedaan ideologi di Papua dengan sebuah dialog yang jujur dan terbuka antara Pemerintah Pusat dan Orang Asli Papua dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan disetujui oleh kedua belah pihak”.
- Pada tanggal, 14-17 Oktober 2008, Konferensi Gereja dan Masyarakat menyatakan, “Pemerintah Pusat segera membuka diri bagi suatu dialog antara Pemerintah Indonesia dan Orang Asli Papua dalam kerangka evaluasi pelaksanaan UU No. 21 tahun 2001 tentang OTSUS dan Pelurusan Sejarah Papua. Menghentikan pernyataan-pernyataan stigmatisasi ‘separatis, TPN, OPM, GPK, makar’ dan sejenisnya yang dialamatkan kepada orang asli Papua dan memulihkan hak dan martabatnya sebagai manusia ciptaan Tuhan sehingga azas praduga tak bersalah harus sungguh-sungguh ditegakkan”.
- Pernyataan Keprihatinan Para Pimpinan Gereja Di Tanah Papua pada tanggal 18 Oktober 2008: “untuk mencegah segala bentuk kekerasan dan agar orang Papua tidak menjadi korban terus-menerus, kami mengusulkan agar masalah PEPERA 1969 ini diselesaikan melalui suatu dialog damai. Kami mendorong pemerintah Indonesia dan orang Papua untuk membahas masalah PEPERA ini melalui dialog yang difasilitasi oleh pihak ke tiga yang netral. Betapapun sensitifnya, persoalan Papua perlu diselesaikan melalui dialog damai antara pemerintah dan orang Papua. Kami yakin bahwa melalui dialog, solusi damai akan ditemukan”.
Pesan dan posisi Para Pimpinan Agama dan gereja-gereja di Tanah Papua Barat ini jelas, bahwa masalah status politik Papua harus diselesaikan dengan jalan dialog damai dan jujur tanpa syarat antara Pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua yang dimediasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Para pimpinan Agama, terutama para pemimpin Gereja di Papua tidak akan mengubah sikap dan posisi ini, karena Gereja adalah benteng terakhir untuk menjaga dan melindungi integritas umat manusia. Karena manusia adalah ciptaan dan gambar Allah, “Berfirmanlah Allah: “Marilah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita” (Kejadian 1:26).
Adapun catatan kritis dan reformatif bagi Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua secara khusus sebagai berikut:
- Dalam kegiatan-kegiatan Gerejani dan Rohani seperti: Membuka Kongres, Konferensi, harus dibuka dan ditutup oleh Pemimpin Gereja dan Pemerintah hanya diundang sebagai mitra dan diberikan kesempatan untuk menyampaikan sambutan dalam spirit kemitraan itu.
- Dalam acara peletakan batu pertama pembangunan gedung ibadah (gedung gereja) atau membuka/meresmikan gedung-gedung gereja dilakukan oleh pemimpin Gereja, dan Pemerintah hanya diundang untuk hadir dalam semangat kemitraan.
- Dalam melaksanakan kegiatan gereja dan rohani tidak perlu dan tidak penting Ijin dari Pemerintah, dalam hal ini pihak Kepolisian, karena Gereja tidak berada dibawa kekuasaan Pemerintah, karena Pemerintah dan gereja mempunyai otoritas masing-masing dan domain yang berbeda.
- Gereja dan Agama tidak perlu dan tidak penting di-“Departemen”-kan, tetapi eksistensinya cukup didaftarkan kepada Lembaga yang terkait, yaitu Departemen Agama Provinsi dan selanjutnya urusan Departemen Agama kepada Departemen Agama Pusat.
Karena Gereja tidak didirikan oleh Pemerintah dunia, tetapi Tuhan-lah yang mendirikan Gereja-Nya: “ Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Matius 16:18).
Dalam kesempatan ini juga, saya berpesan bahwa: “Kita sebagai umat Baptis harus menghargai apa yang kita miliki. Kita harus memulai dari apa yang ada pada kita. Kita harus membangun dengan apa yang kita miliki yang telah diberikan oleh Allah kepada leluhur dan nenek moyang kita di Tanah ini. Kita harus memulai dari Tanah Suci ( The Holly Land) Tanah Papua Barat ini. Kita harus meminum air dari sumur kita sendiri. Dengan demikian kita menemukan kembali identitas kita yang mulai hilang. Kita harus menghargai diri kita sendiri. Menerima diri kita sendiri. Kita membangun dengan budaya kita, bahasa kita, makanan kita. Karena, kita punya tanah, punya hutan, punya sungai, punya gunung, punya makanan. Kita memiliki segala-galanya. Kita bukan keturunan orang miskin. Kita adalah anak-anak Raja, anak-anak Allah yang kaya. Jangan jual tanah, jangan jual gunung, jangan jual hutan, jangan jual air, jangan lepaskan tanah dengan harga sepiring sendok nasi atau segelas air teh manis. Jangan melantarkan anak-anak dan cucu kita. Anak-anak dan cucu kita akan menjadi tamu di tanah dan negeri mereka sendiri. Ketika jual tanah kita, pada saat itu juga kita telah menjual tulang-belulang leluhur, nenek-moyang dan menjual hak kesulungan kita. Kita jangan mengulangi kesalahan fatal yang dilakukan Esau”. Sahut Esau: “Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu? (Kejadian 25:29-34).
Akhirnya: Atas nama Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua, saya menyampaikan: SELAMAT MELAKSANAKAN HUT PGBP KE-42 PADA TANGGAL 14 DESEMBER 2008, SELAMAT MEMPERINGATI HARI HAM INTERNASIONAL 10 DESEMBER 2008. SELAMAT MERAYAKAN NATAL 25 DESEMBER 2008 DAN MEMASUKI 1 JANUARI 2009.
Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua
Dumma Socratez Sofyan Yoman
Ketua Umum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar